Sabtu, 25 Juli 2015

Ikhlas dan bahagia

Saat harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Saat orang bertingkah yang tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Saat hasil tidak sesuai dengan rencana. Semuanya menimbulkan kecewa, sedih dan marah. Ini adalah reaksi yang wajar. Benar, jika reaksi ini terjadi dalam waktu yang sebentar dan tidak berlebihan. Namun jika sebaliknya, rasanya tidak sehat untuk dijalani.

Lalu bagaimana mengatasi rasa yang tidak nyaman itu? rasa yang membuat kepala menjadi panas dan jantung berdegup tak karuan.

Saya rasa, kuncinya adalah ikhlas. Lalu dari mana datangnya ikhlas? Iklas dan tulus datang ketika menyadari bahwa tak ada yang sempurna. Dengan demikian, kita akan jujur dan bersih hati untuk menerima dengan lapang dada segala ketidaksempurnaan. Hal yang sulit di sini adalah ketika kita harus bisa merasa 'sadar'. Kesadaran yang saya maksud, bukan sadar dari pingsan atau siuman. Tapi sadar secara fisik dari otak yang paham dan tahu akan situasi yang dialami.


Kesadaran
Berpikir untuk 'sadar' ini seringkali tidak datang secara spontan. Untuk itu, otak perlu dikondisikan untuk menyadari bahwa tak ada yang sempurna dan menerima keadaan itu. Ketika kesadaran ini datang, maka dapat menghambat rasa yang tak karuan (kecewa, sedih, marah) itu melekat pada diri kita. Untuk bisa sadar, sejenak kita harus meluangkan waktu agar otak bekerja, seperti bicara dalam hati. Orang tak dapat melihat aksi kita. Karena kontrol kita bukan pada fisik luar tapi fisik di dalam tubuh yaitu otak.

Ketika saya mampu melahirkan kesadaran dan tidak menjadi terlalu reaktif terhadap suatu kenyataan pahit, rasanya saya sudah menang. Namun kemenangan ini tidak mudah diraih. Karena seperti yang sudah saya katakan, rasa sadar itu timbul tidak dengan spontan. Nah, jadi harus dilatih tuh. Menarik juga.

Lalu ketika pikiran sudah terbuka dan sadar bahwa tak ada yang sempurna, maka timbullah ikhlas. Ternyata, ikhlas inilah kuncinya kebahagiaan.

Sebentar.. Bahagia sebenarnya adalah final victory atau kemenangan terakhir. Sebab saya pikir, orang ndak perlu merasa happy untuk dapat ikhlas. Karena bahagia adalah rasa senang, sedangkan ikhlas tidak selalu membuahkan rasa senang atau happy.. Tahap awal dari keikhlasan adalah merasa tenang pikirannya (kata orang: jiwanya tenang), damai dan tentram.

Menurut saya, bahagia adalah bonus. Ada sebuah seni yang diciptakan untuk menumbuhkan rasa bahagia. Dengan seni itu, pikiran menjadi terhibur dan senang. 

Well, di sini saya tidak mendefinisikan kesadaran secara ilmiah tentang kerja otak, atau kesadaran menurut versinya Jean-Paul Sartre. Tulisan saya mah, cuma deskripsi saya tentang kesadaran yang dapat membuahkan ikhlas dan bahagia, tentunya sesuai intepretasi saya. 

Hehe.. Ooh.. nikmatnya menulis di blog, tak akan (bisa) ada yang menyalahkan :)

-Y-

Tidak ada komentar:

Perkawinan Tanpa Anak (Bagian IV)

Ancol, 2012 Belum lama diminggu lalu, muncul lagi istilah childfree saat seorang kawan menanyakan keadaan saya. hehe.. sudah lama rasanya to...