Minggu, 26 Mei 2013

Kebun di Atas Genting

Tik.. tik.. tik bunyi hujan di atas genting. 
Airnya turun tidak terkira
Cobalah tengok dahan dan ranting
Pohon dan kebun basah semua...


Itu tadi lagu ciptaan Ibu Soed. Menyanyikan lagu tersebut membayangkan saya berada di tengah taman umum atau penginapan di puncak. Saya tidak bisa membayangkan ada kebun di rumah saya, karena sejak saya lahir, di rumah saya tidak pernah ada sisa tanah untuk berkebun. Semua bagian lahan rumah sudah habis digarap untuk menambah kamar dan berubin sebagai pemanis teras rumah yang cuma seukuran beberapa meter persegi. Maklum, karena saya anak bungsu jadi kebutuhan rumah tumbuh kian meningkat dan menghabiskan sisa lahan rumah demi keleluasan gerak penghuninya. Kalau sebelumnya, kakak saya yang pertama dan kedua sempat mengalami menanam dan panen rambutan di halaman, itu karena kebutuhan ruang bagi penghuni belum sebesar ketika muncul keberadaan kakak saya yang ketiga dan ditambah lagi saya. Jadi kalau pun membayangkan ada kebun, yang terlintas adalah desa, seperti di rumah nenek saya yang setiap tahun selalu dikunjungi.
Dari Bawah Ki-Ka: Alpukat dan Jeruk Santang; Baris ke-2: Melon dan  Srikaya, Baris ke-3&4: Cabai
Meski tahun berganti tahun, keadaan tidak juga berubah. Saat ini saya tinggal di sebuah rumah yang memang tidak ada sejengkal tempat untuk tanah alami untuk berpijak. Rumah di tengah kota dengan luas yang terbatas, umumnya akan memplester habis dengan ubin untuk teras atau parkir. Seperti di tempat saya tinggal saat ini. Namun hasrat berkebun tidak boleh pupus. Saya membeli tanah (yang sudah dicampur dengan pupuk) di Toko Trubus dan mengambil tanah dari Bogor tempat kakak saya tinggal. Tanah-tanah tersebut ditempatkan di polibag atau pot. Karena posisi rumah yang sudah tidak bisa diubah lagi untuk mendapatkan asupan sinar matahari, maka demi kesehatan tanaman-tanaman, maka saya pindahkan mereka di genting. kebetulan di depan balkon terdapat genting penutup teras di bawahnya dan cukup kokoh untuk diberi beban beberapa tanaman kecil. 
--- ---
Bibit alpukat, melon dan srikaya kira-kira umurnya kurang dari empat bulan, sedangkan jeruk sudah lebih dari lima bulan. Semuanya berasal dari biji dari buah yang dikonsumsi di rumah sehari-hari. Bijinya diletakkan di pinggir pot yang sudah ada tanaman inti yaitu lidah mertua, disiram seperti biasa. Niatnya coba-coba, kalau jadi ya berarti rejeki saya dan ternyata tumbuh. Baru kemudian dipindahkan ke polibag. Perkara kapan berbuah, hehe.. itu hal nanti. Sudah bisa punya bibit dan menanam dengan cantik di halaman rumah rasanya sudah luar biasa.
Itu juga saya belum pelajari tentang karakter si tanaman buah, apakah mereka tanaman berhawa dingin atau semitropis atau apakah bisa berhasil dengan keadaan yang kurang alami. Coba-coba saja dulu. Kalau memang sudah cukup besar, mungkin nanti saya hibahkan ke saudara yang mau mengadopsinya dihalaman yang lebih luas :) 

Bibit Melon

Di rumah ada lima pot bibit melon. Saya letakkan di beberapa keadaan, dua di tempat yang kaya sinar matahari, satu pot di tempat yang cukup kena sinar dan dua pot lagi yang sinar mataharinya kurang. Bukan alasan ilmiah sih, tapi karena biar gampang menjalarnya. Duh.. saya sudah menghayal panennya saja. Hehe..
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TIPS membuat bibit tanaman buah sendiri :
  • Pilih buah yang kualitasnya bagus.
  • Jangan buang bijinya, pastikan bijinya sudah bersih dari daging buah.
  • Siapkan tanah yang subur di dalam pot atau polibag.
  • Sebar biji di atas tanah dan tambahkan lapisan tipis tanah.
  • Siram setiap sore atau pagi hari.
  • Letakkan benih (biji tanaman) pada tempat yang kaya akan sinar matahari.  
  • Tunggu hingga benih sudah tumbuh dan menjadi bibit.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

-Y-

Pilihan dan Alamat Rezeki

Kata Satre begini: "We are our choices" artinya, apa yang menjadikan dan membentuk karakter, nilai atau keadaan kita saat ini adal...