Selasa, 06 Maret 2012

Liburan ke Bali

Dulu ketika kuliah, punya sepatu bermerek dan (bagi saya) mahal, rasanya seperti mau terbang, percaya diri tumbuh seakan-akan posisi sosial saya ikut terangkat. Berasa senang banget, tapi terus menurun dan pudar. Lalu punya satu sepatu berasa kurang, inginnya punya lagi dengan merek yang lebih mahal dan lagi. Lama kelamaan, semua sepatu cuma jadi onggokan barang yang tidak lagi memberi kebahagiaan. Itu baru sepatu, sama halnya terjadi dengan membeli baju, tas, jam dan handphone. Perasaan bahagia hanya ketika kesatu atau kedua kali memakai barang-barang itu, kemudian perasaan bahagia itu menurun dan kembali stabil seperti semula. Lalu mulailah mencari-cari lagi barang-barang itu dalam model baru untuk membuat saya kembali bahagia. Ini yang disebut dengan hedonic treadmill.


Rupanya barang yang saya miliki tidak memberikan kebahagiaan yang permanen, tidak seperti ketika saya punya pengalaman ke Baduy Dalam yang ditambah lagi saya pergi dengan rombongan peserta yang baru saja saya kenal di Rangkas. Jadilah pengalaman itu membuat saya selalu bahagia ketika mencoba mengingatnya atau ketika coba untuk berbagi cerita dengan orang lain. Barang dan pengalaman yang digunakan untuk mendapatkan rasa bahagia tidak datang dengan sendirinya, keduanya butuh modal, antara lain: Uang. Untuk menggunakan uang demi meraih kebahagiaan, maka saya lebih memilih membeli pengalaman. 



Kenapa barang tidak memberi kebahagiaan? karena kerja otak kita yang fundamental yaitu habituasi. Habituasi adalah menurunnya respon refleks tingkah laku terhadap stimulus jika stimulus diulang-ulang dan tidak memberi efek yang berbahaya. Nah, kira-kira ini yang membuat saya mengerem-ngerem membeli barang-barang up to date dan memilih untuk berencana pergi ke suatu tempat saja. 


Tahun ini memang saya berencana berlibur, daaan... kebetulan sebuah door price di suatu acara pergantian awal tahun ini yang membuat saya tidak usah memilih tujuan tempat, karena tiket Garuda sudah tertulis untuk jatah dua orang menuju pulau Bali. Mulailah saya dan suami menyepakati waktu yang pas disela-sela kesibukan kuliah dan kerja suami, sambil browsing tentang informasi tips Bali trip, tempat wisata, hotel murah, dan sewa mobil. Kami memilih sewa mobil karena sulitnya angkutan umum di Bali, mahalnya tarif taksi jika banyak tempat wisata yang ingin kami kunjungi, dan menghindari risiko kecelakaan jika menggunakan sepeda motor. 


Berikut ini saya akan berbagi pengalaman perjalanan kami termasuk biayanya, karena banyak yang berpikir sewa mobil dan liburan di Bali mahal dan sulit. Sekaligus, mungkin bermanfaat bagi teman-teman yang juga ingin berlibur ke Bali tanpa menggunakan pemandu wisata atau sopir sewa. 

1. Sewa Mobil


Sewa mobil di Bali sangat mudah, saya cukup memesannya lewat email sehari sebelumnya dan besok siang mobil sudah ada di hadapan (pemilik mobil sewa memberikan mobilnya di bandara-tinggal telpon-telponan saja untuk ketemu). 

Saya sewa estilo untuk 2 hari (2-4 maret 2012), biaya perhari 185.000 dan 25.000/jam untuk overtime, ini termurah dari yang pernah saya browsing. 

Untungnya lagi, pada hari H-nya, yang datang adalah avanza karena estilo sudah habis dipesan, namun bayaran tetap dengan harga estilo. Cukup SIM C saya sebagai jaminan, saya dan suami bisa keliling Bali bermodal GPS di hp, perjalanan pun terasa nyaman.


2. Ayam Betutu Khas Gilimuk

Pesawat mendarat tepat jam makan siang, tujuan di Bali pada hari pertama adalah mencoba makanan khas Bali yang enak dan terkenal, Ayam Betutu Khas Gilimanuk.


Lokasi: Jl. Raya Tuban. 


Rasanya yang pedas dan gurih memberi sensansi kenikmatan yang luar biasa bagi perut yang lapar. Ini adalah awal kebahagiaan di Bali. hehe..


3. Dreamland



Setelah makan siang, kami menuju Jimbaran karena pantai Kuta sudah pernah saya kunjungi tahun lalu sendiri. Di Jimbaran kami menjajal beberapa pantai, disebut dreamland. Sayangnya untuk masuk ke pantai tidak gratis seperti di Kuta.

Tarif Dreamland 15.000/mobil.

Meskipun cuaca terik dan pasir terasa hangat di kaki, namun aroma pantai dan angi n laut begitu mendamaikan kalbu, dan pasir putih yang halus, sesekali menenggelamkan beberapa jemari kaki.









4. Rockbar


Kami hanya menghabiskan waktu setengah jam di dreamland, lalu melanjutkan ke pantai Jimbaran untuk menikmati sunset, (atas rekomendasi teman) kami menuju Rock Bar, kurang lebih setengah jam dari deamland.

Wow... pemandangan pantainya indah banget dari bar ini, meski terkesan hedonis tapi kayanya layak dicoba bagi para pemburu sunset, sayangnya pas bagian saya, nimbus tebal menutupi sunset.

Sebaiknya datang sebelum jam 4 karena antrian orang yang mau ke bar bakal panjang menjelang sore, dan untuk harga minuman terbilang mahal (mulai 80.000an), tapi cocoklah dengan tempatnya. Kalau untuk photo-photo aja sih sebenernya cukup di capelnya atau disekitar Ayana Resort, cumaa.. demi pengalaman, sekali-kali bolehlah mencobanya.

4. Dinner di Pantai Jimbaran

Selesai dari Bar, kami memilih makan malam di pantai Jimbaran sambil menghabiskan malam pertama di Bali sebelum kami mencari hotel. Di sepanjang pantai, berjejer meja dan kursi mengahadap pantai yang dilengkapi dengan lilin karena bulan mulai menggelayut di langit. Gelap tidak mengurangi rasa ini untuk menikmati sepoi angin pantai yang syahdu, ditengah riuhnya canda tawa para pelancong, sembari beberapa anak bule memainkan senter dan laser-laserannya, serta hidangan yang enak, adalah nuansa yang melengkapi malam kami untuk menutup hari.

5. Penginapan di Kuta



Setelah makan malam selesai, kami mulai mencari hotel. Bagi saya, cukuplah hotel yang dilengkapi AC dan air hangat. Sengaja saya tidak memesan terlebih dahulu, karena untuk kawasan wisata kemungkinan besar mendapat hotel murah dengan fasilitas yang nyaman akan tidak sulit dengan kompensasi lokasi yang agak jauh, karena ada mobil sewaan, maka jauhnya lokasi tidak menjadi kendala.

Harga hotel walk-in dan pesan biasanya berbeda, jadilah kami dapat hotel di daerah Kuta seharga 425ribu, mungkin kalo pesan dulu bisa 300-350ribu. Hotelnya nyaman, sebenarnya ada beberapa bungalow disekitarnya dengan harga yang lebih murah, namun pilihan kami lebih suka memilih hotel untuk saat itu.

6. Sarapan Ayam Plengkung

Sengaja kami tidak sarapan di hotel karena ingin menikmati Plengkung di Jl. Raya Kuta. Ini makanan khas Jawa Timur, rasanya maknyuuuuus banget. Lalu perjalanan dilanjutkan.

7. Goa Gajah


Goa Gajah
Tujuan hari kedua adalah Ubud. Bermodal GPS di handphone, dengan waktu kurang dari 2 jam kami sudah melewati pasar Ubud dan menuju Goa Gajah

Harga tiket masuk 15.000/orang bonus peminjaman kain, karena saya memakai rok pendek, maka demi menghormati budaya setempat, sang petugas memakaikan saya kain tersebut. 

Ada yang manarik disini, mungkin tidak semuanya engeh (tau) ada beberapa tempat meditasi di dekat goa gajah, karena papan hanya bertuliskan tanda panah "go to temple", tanpa informasi nama temple dan jaraknya, itupun papannya dituliskan dengan spidol bukan informasi resmi.



The Temple
Untuk menuju tempat tersebut, menggunakan jalan setapak, sebaiknya berhati-hati karena jalanan licin, berbatu dan curam. Kurang lebih 1 km jaraknya. Untuk sampai ke sebrang sungai, saya dibantu oleh mbak Eny (seorang pedagang minuman ditengah hutan). Jika tidak ada beliau, saya yakin saya tidak tau caranya sampai ke seberang sungai dan akan langsung kembali ke Goa Gajah.



Cave for Meditation
Mbak Eny memakai kaos lusuh dan robek dibagian pundaknya, memakai kain sebagai rok, dan sendal jepit. Bukan setelan pemandu wisata, tetapi dari ceritanya, saya pikir beliau sudah banyak membantu memandu wisatawan yang hendak menyebrang sungai. Karena dibalik sungai, ada beberapa keindahan yang sudah terekam di otak ini. Air terjun dan goa-goa meditasi dilengkapi track perjalanan yang menantang. Well, ini dia tentang Goa Gajah.


8. Museum Blanco

Selanjutnya, kami menuju Blanco Museum di Tjampuhan. Museum yang berisi koleksi lukisan Antonio Blanco, menghanyutkan pikiran dan imajinasi saya tentang berbagai hal. Kekagetan dan kagum akan keindahan lukisan erotika beliau. Dan saya baru ngerti, bahwa beberapa dekade lalu, perempuan Bali hanya menggunakan penutup bawah tubuh saja, a.k.a bertelanjang dada dalam beraktivitas sehari-hari. Inilah budaya. Lalu baru setelah turis banyak berdatangan ke Bali, mereka mulai menutupi keindahan tubuhnya.

9. Penginapan Bungalow Puri Ulun Carik

Kami lanjutkan mencari penginapan di jl. Monkey Forest, Puri Ulun Carik bungalow .

Tarif: 350.000 rupiah/malam.

Jika budget terbatas untuk penginapan, anda bisa menanyakan kepada petugas hotel harganya, maka mereka akan menjawab dengan sopan meski anda hanya sekedar bertanya. Lokasi hotel dekat dengan pasar Ubud, dan karena jalur pejalan kakinya dibuat nyaman, maka kami menghabiskan malam menikmati Ubud dengan berjalan kaki.

10. Dinner at Casa Luna

Lalu, makan malam di Casa Luna. Tentu saja hidangan makanan dan minumannya sangat lezat, karena dari menunya kami dapati informasi menu kelas memasak yang menjadi agenda pemiliknya. Harga makan+minum mulai dari 60.000/orang.

11. Gelato di Jl. Monkey Forest

Setelah selesai menikmati makan malam, kami kembali berjalan kaki menuju penginapan. Namun sebelumnya, kami mencuci mulut dengan gelato yang terletak di jl. Monkey Forest per scoop 20ribu. Saking banyaknya turis, petugas gelatonya nanyanya pakai bahasa Inggris loh. hehe.. keren juga.

12. Monkey Forest

Tiba hari terakhir kami di Bali. Sebelum meninggalkan Ubud, kami mengunjungi Monkey Forest.

Harga tiket: 20ribu/orang.

Bagusnya kami datang masih pagi, jadi keliatannya monyet-monyet masih pada ngumpet di dalam hutan atau mungkin masih tidur. Melihat indikasi monyetnya rada liar dan berani, kami urung melanjutkan ke hutan yang lebih dalam. hehe.. ini menghindari risiko saja. Cukup bagi saya menikmati pemadangan beberapa monyet berkejar-kejaran, menghampiri saya sambil mencoba mencari sesuatu dikantong saya (yang membuat saya pucat), dan melihat kehijauan hutan yang rimbun dan sejuk. Setelah tidak begitu lama, barulah kami melanjutkan untuk mencari oleh-oleh.

13. Legian dan Pantai Kuta

Karena kami mengambil penerbangan sore, maka kami habiskan untuk makan siang di legian dan jalan-jalan ke pantai Kuta. Karena ga niat berjemur, jadi ya kostum seadanya, kurang mini.. alhasil kulitnya setengah mateng. hehe.. meski demikian, sapuan angin pantai dan hangatnya sinar mentari di wajah dan tubuh ini memenuhi kebahagiaan saya untuk menikmati alam, sensasi keindahan panorama.


--

Setelah membeli oleh-oleh sekedar berbagi kebahagiaan kepada orang-orang terkasih, kami pulang dan kembali kepada peran semula dan tugas masing-masing, namun tentunya pengalaman menyenangkan itu tetap menetap di benak ini, dan kami siap untuk pengalaman selanjutnya... 

-Y-

Pilihan dan Alamat Rezeki

Kata Satre begini: "We are our choices" artinya, apa yang menjadikan dan membentuk karakter, nilai atau keadaan kita saat ini adal...