Senin, 16 Januari 2012

.... (..bingung nulis judul)..

Kalau saya tulis judul tulisan ini "Filsafat", kesannya saya jago banget ya. Padahal saya cuma suka topik filsafat yang ringan saja atau suka kalau paham soal hakikat dan ingin membahas ketertarikan saya soal filosofi. Jadilah saya bingung menulis judul, karena saya memang tidak tahu judul apa agar tidak terkesan sok tahu.
--
Saya mulai tertarik tentang ilmu filsafat sejak kuliah beberapa tahun lalu. Karena pelajarannya baru untuk saya dan dosennya pun unik. Seingat saya yang getol memperhatikan dan menanggapi ya.. saya.. dari 11 mahasiswa yang mengikuti. Kebetulan saya koordinator mata kuliah ‘Filsafat Lingkungan’, sepengamatan saya, ya.. mata kuliah ini yang kurang diminati dan didiskusikan, jadilah saya semangat sendiri mengajukan pertanyaan ke dosen yang selalu salah menyebut nama saya, ‘Yuna’.

Meskipun saya tertarik, namun derajat mendalaminya tidak seperti teman-teman yang memang mengikuti disiplin ilmu ini secara serius. Saya hanya sekedar ingin tahu, dan membaca apa yang menarik untuk saya. Pertanyaan yang kerap muncul ketika mengenal filosofi adalah kenapa/mengapa. Misalnya antara lain: kenapa saya harus mempelajari ilmu lingkungan? Kenapa saya harus bekerja? Kenapa saya harus patuh pada orangtua? Kenapa saya harus solat? Kenapa saya harus hidup?

Beberapa pertanyaan lain ikut muncul, padahal sebelumnya saya tidak berani untuk menanyakan kepada diri sendiri. Menjalankan hidup yang pragmatis saja dengan segala ritual dan tradisi yang ada, tanpa berani bertanya apalagi mempertentangkannya (setidaknya terhadap diri sendiri). Ini terkait dengan keyakinan, untuk membentuk keyakinan maka butuh pengetahuan umum agar persepsi saya cukup kuat akan suatu pandangan, kemudian ketika saya cukup memahami alasan dibalik tindak tanduk kegiatan yang saya lakukan, barulah saya nyatakan yakin. Namun keyakinan ini berfasa cair artinya tidak tetap dan dapat berubah seiring dengan pengetahuan yang mendasarinya. Yah, bukan berarti tidak berpendirian, namun saya sadari ini adalah proses konsepsi. Dengan demikian, saya merasa cukup puas dengan jawaban sementara, meskipun besar kemungkinan keyakinan tersebut berubah entah untuk kapan.
--
Bagi saya menjemukan jika terlalu serius membahas filsafat yang terlalu berat, cukuplah bagi saya mengetahui filosofi secara universial. Jadi hidup bisa penuh makna, tidak sekedar saja. Mungkin bisa dikatakan bahwa ini adalah alasan pembenaran diri sendiri, atau salah satu cara saya untuk membahagiakan diri. Mungkin benar, karena masing-masing orang punya cara sendiri untuk membuat dirinya bahagia. Atau mungkin juga salah, karena terkadang saya tidak selalu happy dengan jawaban yang saya dapati apalagi bertentangan dengan apa yang saya harapkan.
--
Kalau terlalu serius kok kedengarannya membosankan ya. Kemarin saya nguping seorang bapak berseloroh: “udah tua begini, ya ndak usah mikir yang berat-berat seperti mikir politik, korupsi. Bikin mumet saja. Mending mikir porno, enak toh, iso ngguyu dewe, ndak mumet, ndak nyusahin orang”.
Hehe.. saya jadi senyam-senyum sendiri. Ringan sekali kedengarannya, karena terkadang kalau membaca dan membahas dengan teman-teman misalnya tentang korupsi atau soal pembatasan BBM bersubsidi, kok kayaknya hanya berakhir di meja diskusi saja tanpa ada perubahan apapun. Tapi, bukan berarti saya jadi mau kayak bapak itu loh ya, berpikir porno biar bisa senyam-senyum. Saya tetap milih ingin tahu tentang korupsi sajalah, daripada jadi ndak tau apa-apa.
--
Beberapa waktu lalu, teman saya meminjamkan buku yang isinya pertanyaan filosofi berjudul "Do You Think What You Think You Think’. Selain karena sulitnya mencerna pernyataan filsafat dalam bahasa Inggris, saya pun kesulitan berlogika dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada dibuku tersebut. Alhasil, pada bab pertanyaan ke-4 saya sudah keblenger. Ternyata untuk berfilosofi butuh logika yang kuat dan saya kurang canggih dalam hal ini sehingga saya butuh lebih mendalaminya. Sampai saat ini, saya masih dalam proses menyelesaikan pertanyaan dibuku tersebut. Jika merasa ingin tahu, maka ini merupakan salah satu gairah hidup buat saya.
--
Biasanya setelah saya puas mendapat jawaban atas pertanyaan dipikiran saya ini, kemudian saya ingin membaginya dengan yang lain. Misalnya, dulu ketika saya selesai membaca 7 buah buku nonfiksi karya Agus Sunyoto berjudul “Suluk Abdul Jalil”, lalu saya ingin mengajak orang lain untuk menikmati perjalanan batin yang sama dengan saya. Tentunya cenderung mustahil, karena belum tentu orang lain yang membacanya akan merasakan kenikmatan yang serupa dengan saya. Kecuali, ketika saya menemukan teman-teman yang memiliki kesamaan pertanyaan dan beberapa bacaan yang membahas topik serupa. Maka dengan asyik, saya dapat membahas pertanyaan-pertanyaan yang bagi sebagian orang masih dianggap tabu atau tidak wajib dipertanyakan (a.k.a dogma).

Tidak jarang dari sebuah pertanyaan akan muncul pertanyaan lain. Kok jadi seperti kalimat abstrak ya. Beda dengan ilmiah yang memiliki jabawan pasti. Tulisan saya kali ini sangat tidak terstruktur, hanya menumpahkan apa yang ingin saya tuangkan. Hal ini pertanda pikiran saya kacau, dan harus sering menulis. Well… memang pikiran saya ini tidak dapat menampung seluruh pertanyaan dan pernyataan, jadilah sebagian tersalurkan melalui jemari dan menjadi apa yang sedang anda baca saat ini. Terima kasih :)

-Y-

Pilihan dan Alamat Rezeki

Kata Satre begini: "We are our choices" artinya, apa yang menjadikan dan membentuk karakter, nilai atau keadaan kita saat ini adal...