Minggu, 14 Agustus 2011

Renungan Minggu


Mencerap yang disampaikan Ibu Musdah Mulia pada acara pembukaan TEDxJakarta kemarin, saya jadi ingin menyuarakan pikiran saya.
--
Apakah masih penting beragama sekarang?
Jika atas nama agama, manusia hujat menghujat. Jika atas nama agama, manusia membom dan membunuh. Jika atas nama agama, manusia tega melakukan kekerasan sesama manusia. jika atas nama agama, manusia melarang hak umat lain untuk beribadah. Apakah ini yang ingin menjadi produk dari manusia-manusia beragama.
--
Tentunya tidak sesinis itu. Karena tidak semua umat beragama melakukan hal buruk tersebut. Banyak klaim bahwa beragama meluruskan moral, kesantunan, kedisiplinan dan kasih. Namun, tidak berarti perilaku baik itu hanya dimiliki umat beagama, karena orang atheis dan agnostic, katakanlah tidak sedikit kaum sekuler yang lebih menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
--
Disini saya tidak untuk membandingkan mana yang lebih baik antara beragama dan sekuler. Tentunya hal ini terbentuk tidak sendirinya, ada sejarah dan evolusi panjang yang membentuk manusia hingga memutuskan untuk memilih salah satu jalan dalam kehidupannya.
--
Kebetulan saja, saya disini, di negara yang mayoritasnya beragama dan seluruh warga terpaksa harus memilih salah satu dari 6 agama yang harus dianut. Lalu bagaimana dengan temen2 yang memang menganggap agama itu tidak penting? Apakah mereka jadi tidak memiliki tempat di negri ini? Memang dunia tidak selalu adil.
--
Negara ini sangat majemuk, antara lain keyakinan, suku, ras dan latar belakang. Keyakinan yang dianut sesama muslim saja berbeda. Lebaran yang berbeda hari sudah umum di sini. Tapi ini fenomena biasa, banyak yang memaklumi karena mazhabnya beda. Lalu mengapa untuk perbedaan keyakinan dengan agama lain jadi berubah reaksinya?
--
Eksklusif dalam beragama atau menganggap bahwa agama yang kita anut adalah yang terbaik, itu sah-sah saja. Sepanjang tidak menyakiti orang lain. Melakukan ritual dan tradisi keagamaan adalah hak, sepanjang tidak mengusik kepentingan dan hajat hidup orang lain. Jika dengan beragama, manusia menemukan kedamaian, maka beri ruang bagi mereka. Begitupun, bagi mereka yang tidak meyakini suatu agama, namun mereka merasa damai, maka hargai mereka. Hal ini karena pada hakikatnya manusia memang sudah berbeda satu sama lain. Ini kodrati.

Menerima perbedaan memang tidak mudah, namun ini keniscayaan. Membuka pikiran perlu proses belajar yang mungkin tidak sebentar. Namun satu hal yang pasti, bahwa seluruh umat manusia, pasti inginkan peradaban yang lebih baik, harmoni dan damai.

Pilihan dan Alamat Rezeki

Kata Satre begini: "We are our choices" artinya, apa yang menjadikan dan membentuk karakter, nilai atau keadaan kita saat ini adal...