Minggu, 06 Juli 2008

Arus Utama Islam (Chapter 1)

Mungkin tidak banyak yang tahu salah satu tesis Cak Nur yang temanya jika diangkat kemasyarakat akan mengurai banyak pro dan kontra. Prof.Dr.Nurcholis Madjid adalah seorang pemikir pembaharu yang mengedepankan gagasan pluralisme disaat Indonesia sedang mengalami degradasi integritas bangsa. Dalam tesisnya, beliau menguraikan kelemahan-kelemahan Islam yang oleh sebagian besar kaum muslim merupakan hal yang tabu. Padahal mengetahui dan memahami kelemahan sendiri adalah titik awal koreksi yang sportif guna membenahi kekurangan yang ada.

Sebelum membicarakan lebih lanjut, ada baiknya kita melihat sebuah rumus jitu yang tidak hanya berlaku untuk penulisan karya ilmiah tetapi juga bagi kebaikan sebuah pribadi maupun negara. Tahapannya yaitu kumpulkan masalah secara subyektif (dari obrolan dan opini) dan obyektif (berdasarkan fakta dan bukti); Identifikasi masalah (problem Identification); dan kemudian Pemecahan masalah (problem solving).

Perbedaan pendapat antar umat Islam hingga terjadi kekerasan (red-peristiwa monas FPI dan AKKBB) yang baru saja terjadi, mencoreng muka sendiri bagi negara mayoritas berpenduduk muslim ini. Sedangkan kasus ini, hanyalah hal kecil masalah yang menyangkut keadaan pola pikir dan sosialita masyarakat muslim di Indonesia. Dan memang masih sangat banyak kelemahan-kelemahan yang menjadi persepsi dari keyakinan umat Islam. Pertanyaannya apakah kita mau sedikit saja mengakui kelemahan-kelemahan itu?

Islam berasal dari bahasa arab (Al-Islam) yang artinya berserah diri hanya kepada Allah. Namun bisa juga diartikan sebagai jalan keselamatan menuju-NYA. Tetapi konsep menyembah kemanunggalan dan menuju Sang Tunggal ini juga berlaku bagi agama lain seperti: Kristen dengan Trinitas yang satu, Hindu dengan Sang Hyang Widi, Budha dengan Sang Hyang Buddha. Meskipun kaya akan pola dan mekanisme beragam dan dianggap berbeda, tapi hakikatnya masing-masing agama menawarkan proses pembebasan kesadaran mutlak menuju Tuhan Maha Esa dan Maha Tunggal. Dan dalam Islam disebut Tauhid.

Bisa jadi sejatinya Tuhan yang kita sembah adalah sama, namun sejarah dan persepsi akan keyakinan yang nyangkut diotak manusia ini yang pada akhirnya menimbulkan banyak pola. Kalau memang pada intinya sama, berarti kedudukan agama tidak lebih tinggi dari Tuhan. Agama apapun judulnya tidak penting karena yang lebih penting adalah Tuhan yang kita yakini, tapi bukan berarti kita mengabaikan agama. Maksudnya begini, agama yang sekarang kita paling yakini kebenarannya adalah sebuah sarana untuk lebih mantap menuju yang Maha Benar. Oleh karena itu, kita tidak berhak menganggap agama lain lebih rendah dari agama kita. Karena semua itu kebetulan saja, kebetulan karena mayoritas kita sejak lahir sudah dalam keadaan agama yang kita yakin benar sekarang ini. Contohnya saya. Kebetulan saja sejak lahir saya lahir dalam keluarga beragama Islam dan didoktrin hingga saya selalu yakin bahwa inilah yang terbaik. Mungkin kalau saya lahir oleh orangtua yang beragama Hindu, hampir sudah pasti saya akan beribadah ke pura.

Karena Tuhan punya takdir. Takdir itu tidak bisa dirubah, sudah begitu mau-NYA. Tapi manusia punya pikiran dan khayalan (yang hal itupun Allah sudah memiliki catatan-NYA). Kalau saya berpikir kenapa Paus atau Dalai Lama tidak masuk Islam saja, kan (jika) saya anggap Islam paling benar. Tapi apa kabar dunia?? Pasti umat akan gempar. Karena sejak lahir beliau-beliau sudah dalam lingkungan agama yang dianut dan dipercayanya. Paus dengan Katolik Romanya, dan Dalai Lama dengan Budha di Tibet. Masing-masing memainkan perannya sebagai pemimpin spiritual. Jika ada yang berpindah keyakinan, itu hak pribadi yang mungkin dalam proses perjalannya mencari kebenaran-NYA, menemukan cara yang lebih tepat sesuai keyakinannya. Dan kita tidak berhak sedikit pun memusuhi agama lain.

Mari sedikit demi sedikit kita kembali mengulas Islam. Jika pada pengertian bahwa Allah adalah yang Maha Tinggi maka tidaklah pantas kita memperdebatkan perbedaan cara antar umat beragama, biar saja masing-masing dengan keyakinannya. Ahmadiyah dengan Mirza Gulham sebagai nabinya, toh apa bedanya kita melihat Kristen dengan Yesus. Lagi pula tidak ada yang lebih penting dari memperdalam keimanan sendiri. Apa dengan merecoki aliran yang berbeda, menambah keimanan sendiri??

Menurut Kang Jalal pemetaan Islam, ada 2 kategori yaitu pertama “Islam Konseptual” ialah konsep Islam yang berupa nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran, Sunah Nabi, narasi buku-buku dan ceramah-ceramah keIslaman; Kemudian yang kedua adalah “Islam Aktual” yaitu nilai dan etos keIslaman yang teraktualisasi dalam perilaku pemeluknya.

Boleh saja mengambil salah satu kebenaran dari sebuah ayat didalam al-Quran, namun tidak berarti mengabaikan dan menutup ayat-ayat lain yang lebih sesuai dengan zamannya. Misalnya, pembuatan film fitna oleh Meneer Wilders karena hanya mengambil petikan-petikan ayat suci Quran (Quran Surat (QS) Al-Anfaal 8:60, An Nisaa’ 4:56, Muhammad 47:4, An Nisaa 4:89, Al Anfaal 8:39) tanpa membedah asbabun nuzul (sebab musabab) turunnya ayat tsb. Kejadian itu dilakukan oleh umat bukan Islam. Tetapi kekerasan yang kerap muncul serta konflik antar sesama muslim boleh jadi juga disebabkan karena umat Islam sendiri yang terlalu secara literatur mencomot ayat-ayat seperti yang dilakukan pak Meneer itu. Padahal ayat QS diatas jika secara harfiah kita telan, maka sudah pasti tidak relevan lagi dengan masa sekarang.

Semacam kompetisi saja agama itu dimata dunia, masing-masing saling menjatuhkan. Tapi ada negara yang mengedepankan isu agama untuk keperluan politisnya, dan agama yang tertuduh semakin menajamkan kuku bersiap menangkis dan menusuk isu-isu yang dilontarkan dengan caranya sendiri. Arus utama yang terjadi didalam Islam saat ini adalah sebanyak-banyaknya mencuplik ayat-ayat yang menunjukan kebaikan dan kekuatan Islam serta beranggapan bahwa Islam adalah yang terbaik, dan tentunya sebanyak kebaikan yang ditonjolkan, maka pihak musuh (yang tentunya dari agama selain Islam) akan menarik pula sebanyak kelemahan-kelemahan ayat Quran sebagai propaganda.

Sebagian besar umat Islam menganggap Yahudi dan Kristen adalah musuh Allah, main stream pemikiran mayoritas muslim menyebutnya - musuh Islam-. Padahal agama tsb adalah warisan dari nabi-nabi umat Islam terdahulu yaitu Nabi Musa dan Nabi Isa. Kitab suci Yahudi dan Kristen pun adalah kitab terdahulu cikal bakal umat Islam, Taurat dan Injil. Maka bukankah berarti Tuhan merekapun sama yaitu Allah SWT. Bahkan mestinya kita (red-umat Islam) berterimakasih pada Yahudi dan Kristen karena berkat mereka maka sampailah Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir yang membawa ajaran kebenaran Allah SWT. Keadaan saat ini terlihat bahwa banyak penafsiran menjadi sesat karena hanya memenggal sedikit-sedikit ayat Quran tanpa mau mempelajari isi dan memahami relevansinya.

(Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran diantara mereka , dan tidak pula mereka bersedih hati. QS AlBaqarah 2:62).

Sangat mungkin konflik kebencian antar umat beragama ini tidak hanya dalam kubu Islam, bisa jadi Nasrani, Yahudi, Budha dan Hindu pun memiliki permasalahan umat yang sama. Tetapi mari kembali pada fitrahnya, bahwa hidup diisi dengan mencari jalan-jalan menuju kebenaran-NYA yang relevan dengan keadaan saat ini yaitu konsisten melakukan hal terbaik dalam hidup agar dapat menemukan frekuensi yang sesuai dengan-NYA jika kita kembali pada-NYA kelak.

-Y-

Tidak ada komentar:

Perkawinan Tanpa Anak (Bagian IV)

Ancol, 2012 Belum lama diminggu lalu, muncul lagi istilah childfree saat seorang kawan menanyakan keadaan saya. hehe.. sudah lama rasanya to...