Rabu, 09 November 2011

Faith (keimanan, keyakinan dalam beragama)

Saya bukan ingin berbahasa Inggris, cuma ingin mengurai beberapa artinya. Kalau dari kamus oxford, faith kira-kira artinya keyakinan yang kuat pada sebuah doktrin agama, didasarkan pada keyakinan rohani atau pengalaman spiritual, bukan didasarkan pada bukti-bukti. Sedangkan di KBBI daring, keyakinan atau keimanan adalah kepercayaan yang sungguh-sungguh atau keteguhan hati yang berkaitan dengan agama.

Bisa lihat bedanya ndak? Mengapa kalau di kamus luar negeri, ada tambahan bahwa iman itu dasarnya hanya yakin, bukan karena ada bukti-bukti seperti ilmu. Mungkin karena keimanan atau keyakinan di negeri kita masih merupakan hal yang tabu untuk jadi bahan pembicaraan umum. Atau mungkin karena masyarakat kita yang terlalu sensitif, jadi kalau ngomongin isu yang berbau agama seperti kebakaran jenggot. Pasalnya karena biasanya orang merasa keyakinan agama yang dianutnya adalah yang paling benar, sehingga kalau ada orang lain yang berbeda keyakinan maka membuatnya jadi tidak nyaman dan ingin meluruskan sesuai persepsi keyakinannya.


Urusan lurus meluruskan keyakinan ini tidak hanya terjadi lintas agama loh, tapi juga dalam agama yang sama. Kalau dalam beda agama sangat wajar terjadi karena adanya perbedaan yang jauh. Tapi seringnya dalam satu agama yang sama, adanya beda persepsi terkait ritual atau ibadah menjadi hal yang mengusik realitas. Misalnya: Si A merasa imannya paling benar, sehingga kalau si B yang satu agama itu tidak menjalankan solat atau puasa seperti yang umumnya katanya umatnya banyak melakukan, maka si A merasa perlu membenarkan si B.

Rasa percaya itu sulit dipaksakan. Kalau hanya modal yakin saja, maka masing-masing orang tidak bisa membuktikan bahwa keimanannya benar atau salah. Karena latar belakang, daya tangkap, kognitif yang berbeda, maka pasti persepsi masing-masing orang pun berbeda. Lain halnya dengan ilmu, dari berbagai kalangan dapat percaya karena dasarnya adalah fakta bukti yang menguatkan sebuah teori atau hukum.

Karena agama masih tabu dan sensitif untuk dibicarakan, maka kecenderungan kita akan lebih nyaman membahas isu agama kepada orang yang satu pemahaman. Jadilah pikiran semakin sempit dan sulit menerima perbedaan. Namun jika dilakukan sebaliknya, maka semakin membuka pandangan bagi kita bahwa perbedaan adalah hakiki dan keniscayaan.

Ajaran agama yang kita yakini saat ini adalah proses dari pemahaman dan perjalanan panjang dari pengalaman spiritual yang telah dialami dari masing-masing individu. Dimana masing-masing dari kita akan memiliki ekstase dari spiritualisme yang sifatnya personal, khas dan berbeda dengan yang lain. Karena umumnya, religiusitas dan spiritualisme itu bertujuan agar manusia merasa nyaman dan damai. Namun keyakinan akan suatu kebenaran agama itu tidak selamanya sama. Hal ini dapat berubah, meskipun dalam perjalanannya membentur gairah keimanan atau saya sebut 'mengguncangkan iman' hingga akhirnya merasa sangat tercerahkan atau mungkin malah sangat skeptis (ragu). Tapi itulah hidup, bagi mereka yang merasa tertantang untuk selalu mencari kebenaran akan keyakinan yang dianut, maka kebenaran bukanlah akhir tujuan hidup melainkan sebuah perjalanan yang sedapat mungkin selalu dinikmati.

Mengajak atau Ekshibisionisme?

Hal lain yang saya amati adalah adanya internet dan media telekomunikasi membuat ibadah dan keyakinan yang bersifat personal menjadi tidak demikian. Sebab orang dengan mudah dapat menunjukkan atau (berniat) mengajak orang lain untuk mengalami pengalaman spiritual yang dialaminya. Jadi privasi itu batasannya dimana ya? Broadcast yang masuk ke pesan pribadi, belum lagi di grup jejaring sosial yang juga dijejelin pesan ga bertanggung jawab.

Keyakinan dan perilaku ekshibisionisme akan pengalaman agama tidak mengapa selama tidak merugikan dan mengganggu orang lain, karena mengganggu itu sifatnya subyektif dan tidak jelas definisinya. Jadi sah-sah saja. Cuma saja, karena menurut saya keyakinan dan beribadah itu private dan personal maka saya kok lebih suka ayat yang kira-kira isinya begini ya: Allah lebih menyukai orang yang menyembuyikan ibadahnya (Al-Baqarah 271).

Selamat berkeyakinan dan selamat beribadah!!

-Y-

2 komentar:

vidyafauzianti mengatakan...

setuju :) walaupun pengertian "sembunyi" itu msh sgt luas, tergantung penafsiran tiap individu, lagi2, balik ke konsep agama sebetulnya hubungan dengan Tuhan, atau agama menjadi "alat" dari Tuhan spy kita dpt menemukan jati diri sendiri yg somehow "lost"

Yanu Aryani mengatakan...

Betul Vid... mudah2an kita tidak lelah atau berhenti untuk menemukan jati diri dan kebenaran... :)

Belajar Menari dengan Legowo

Saya sedang belajar menari. Dengan belajar menari, saya dapat merasakan bahagia, menikmati raga yang sehat, dan rupanya satu hal lagi yang s...