Beberapa kali ada ajakan ke
Singapura saya tuh merasa kurang sreg, kurang tertarik. Bagi saya yang
seru itu kalau berkunjung ke tempat wisata yang alami, seperti pemandangan
gunung, pantai, atau candi. Kalau ke Singapura, yang ke bayang oleh saya itu
adalah mal, pusat belanja, dan hiburan artifisial, yang di Jakarta juga tidak
akan kalahlah, sebab bejibun mal keren di sini.
Tetapi, saat menginjak Bandara Changi, pikiran saya itu langsung berubah. Kesan positif
langsung menancap dipikiran, bersih, teratur, sistematik, wuiih keren banget. Sayangnya
di bandara, saya lupa berfoto ria.
Memang sudah banyak yang bilang
kalau kota Singapura itu toplah, cuma kan yaa.. yang namanya diceritain dan
dari bacaan, kesan yang didapat itu selewat saja. Ternyata imajinasi ini terbatas
oleh pengalaman visual, fisik dan segala atribut panca indra. Jadi, tulisan saya selanjutnya ini akan berisi pengalaman selama di sana, hanya sedikit kok, lah wong dua
malam aja nginepnya.
1. Jalur Pedestrian
Jalur Pedestrian |
Selepas dari urusan periksa
keimigrasian, kami menuju subway train to city, waktu menunjukkan 11.30 malam
waktu Singapura. Pembayaran tiket mass rapid transit (MRT) dilakukan secara otomatis (mesin), akses ke MRT mudah dan dekat, tidak pakai
macet dan antri puanjang kayak di bus transj (eh.. stop.. saya tidak mau
bandingin ah, hehe). Setelah sampai di pemberhentian MRT yang
terdekat dengan pemberhentian bis menuju penginapan, kami (saya dan pasangan)
hanya butuh menyeberang, dan ketika di zebra cross tanpa traffic lamp, mobil
dari kejauhan mulai mengurangi lajunya untuk mendahulukan kami menyebrang,
bahkan mobilnya sampai berhenti agar kami menyebrang. Nah, ini yang paling
terkesan buat saya. Norak ya.. soalnya saya sempat diam supaya mobil itu lewat
dulu, (hehe.. kebiasaan disini, sebab daripada bonyok), ehh.. ga taunya. Wah..
cocok nih sama gambaran negeri utopis saya, ternyata beneran ada.
Gambar 1, adalah jalur pedestrian
di sisi Singapore River. Saya ngebayangin, kalau malam daerah ini pasti cantik deh, dihiasi lampu-lampu di pinggir sungai yang temaram menemani pengunjung restoran yang banyak berjejer di sepanjang pinggir sungai tersebut. Sayangnya, saya datangnya siang hari.
Gambar 2, saya mau tunjukan
betapa jalur pedestrian di Singapura itu ramah terhadap seluruh pengguna, yang
saya beri lingkaran merah itu adalah tanda yang diberikan bagi tuna netra untuk berhati-hati karena jalan menurun atau persimpangan, selain itu
juga dilengkapi handle (pegangan). permukaan jalannya dibuat nyaman sehingga tidak mudah tergelincir dan sebagian besar dilengkapi peneduh dari pohon
yang ditanam di pinggir jalan atau kanopi.
Gambar 3, tanda pedestrian
dilarang menyebrang ditempat tersebut, sedangkan Gambar 4 tulisannya
“Pedestrians use crossing”, maksudnya: bagi pejalan kaki itu ada aturannya,
kalau menyebrang harus ditempat yang disediakan. Tanpa ada polisi pun semuanya
patuh, karena dimana-mana ada kamera yang mengamati secara sembunyi (saya belum
pernah melihat kameranya kecuali di stasiun MRT dan dalam gedung). Di negri
ini, sistem keamanan oke banget, jalan tengah malam ndak pakai khawatir.
2. Bersepeda
Bersepeda di Singapura |
Jalur pedestrian juga disediakan untuk para pesepeda, sehingga bersepeda aman atau risiko tertabrak kendaraan yang lebih besar pun
minim, serta tanpa mengganggu pejalan kaki. Dari yang saya cermati, pesepeda dan ada juga pemain skate board (yang juga menggunakan jalur pedestrian) disana memiliki
etika (baca-sopan), mereka akan membunyikan bel ataupun jika kita kaget, mereka
akan bilang: “sorry…”.
Jalur bersepeda yang nyaman juga
dilengkapi dengan tempat parkir yang aman. Saya tidak tahu, apakah memarkir
sepeda disembarang tempat itu illegal, namun yang saya kagumi adalah keamanan
yang excellent di negri tersebut, karena banyak pemandangan sepeda yang hanya
dirantai di pagar-pagar jalanan tanpa hilang bannya atau stangnya, berarti aman kan ya.
Kalau jalur pedestrian aman dan
nyaman bagi pejalan kaki dan pesepeda, berarti bisa dibilang mudah
untuk mengajak warga untuk mengurangi jejak karbon karena memadainya fasilitas
tersebut.
3. Kawasan Publik
Ruang Publik |
Dua gambar bagian atas (Gambar Ruang Publik) terletak di
kawasan Orchad. Tempatnya luas dan nyaman. Ketika saya berkunjung kebetulan hari minggu,
jadi banyak bertemu dengan tenaga kerja Indonesia yang sedang belanja disitu.
Seru deh, terdengar bahasa Jawa dan bahasa dengan dialek sunda.
Saya salut
terhadap toleransi yang tinggi terhadap multi ras di negeri tersebut. Saya
jumpai Melayu, Cina, India dan bule-bule banyak bertebaran tanpa ada yang
terlihat merasa menjadi minoritas.
Gambar kiri bawah (Gambar Ruang Publik) terletak di salah tempat
di jalan Bugis, dimana menjadi pusat penjualan oleh-oleh murah. Melihat anak-anak main
pancuran dengan bebasnya, tanpa ditegur petugas, saya berpikir adanya kebebasan
yang bertanggung jawab.
Gambar kanan bawah (Gambar Ruang Publik) itu contoh papan yang
berisi informasi nama tanaman dan nama ilmiahnya serta ada juga yang
menambahkan info tentang sejarah dan manfaat tanamannya. Papan tersebut tidak
hanya di beberapa tempat umum, yang saya foto itu adalah papan yang ada di
salah satu halaman rumah sakit. Nuansa edukasi terasa sekali. Tadinya saya pikir, papan
seperti itu hanya dapat ditemui di kebun raya atau taman margasatwa. Jadi ingin
buat hal yang sama untuk tanaman cabe saya nih. Hehe.. inspirasi.
4. Kreasi Habitat
Taman menjadi Daya Tarik Burung |
Sayang fotonya kurang jelas ya.
Kalau bisa lihat langsung, beberapa kelompok burung dapat dengan mudah kita
jumpai, karena hampir setiap gedung menyediakan pepohonan yang sangat berguna
sebagai habitat satwa burung tersebut. Meskipun, pembangunan fisik sangat
gencar, rupanya keseimbangan ekologi juga tak luput untuk diperhatikan oleh
kota tersebut. Waktu di Orchad saya sempat heran, lihat burung pigeon anteng benar diberi
makanan oleh para pengunjung. Soalnya yang saya tahu, burung bakal kabur kalau
ada orang banyak. Ih.. mani hebat ya.
5. Sampah
Tempat Sampah |
Tempat sampah di tempat umum
bentuknya seperti gambar di sebelah kiri. Di tempat umum yang saya temui itu
sampah dari dedauan kering, bukan sampah sisa makanan karena petugas langsung
nyapuin. Kalau gambar di sebelah kanan adalah tempat sampah domestik. Bentuknya
sama semua, baik yang di gedung atau di tempat makan, standar kelihatannya (saya belum tahu banyak soal ini). Warna hijau dan sebesar itu.
Saya lihat
seorang ibu (gambar insert disebelah kanan) membawa kereta tas plastik untuk
berbelanja, jadi tidak perlu menambah sampah kantong plastik pada saat belanja. Dan kelihaannya mereka tidak perlu mengumpulkan kantong plastik untuk membungkus sampah
domestiknya.
Tempat sampah yang di Changi
(bandara) lebih canggih lagi, menarik bentuk dan motifnya. Tapi sayang saya
lupa mendokumentasikannya.
6. informasi Umum
Informasi Publik |
Gambar sebelah kiri itu, merupakan informasi jarak tempuh ke tujuan terdekat. Misalnya dari tempat
itu ke AVE adalah tujuh menit dengan mobil. Kalau di dekat halte, tersedia
informasi rute bis dan jarak tempuh serta biayanya. Nah dari info di dekat
halte, saya jalan kaki terus selama di Singapura (kecuali MRT), ndak naik bis,
sebab dekat dan jalannya nyaman.
Untuk kaum muslim, tidak kawatir mencari arah kiblat. Karena Singapura berisi multi ras dan agama, maka di
hotel tersedia petunjuk arah kiblat bagi kaum muslim, info bisa didapat di laci
meja kamar atau di langit-langit kamar.
7. Makanan
Nyaaam.... |
Berhubung saya lidah kampung,
beberapa kali makanan yang kami cicipi ya dari fast food ke fast food. Hehe..
ndeso ya.. hanya sekali nyobain makan non fast food, yaitu makanan yang jual
orang arab kayaknya, sebab ada tulisan arab di kacanya. Minuman teh tarik,
hehe.. ini mah disini banyak ya. Yang kanan atas itu namanya Prata Egg, atau
roti cane pake telor dan kuah kari. Kalau yang bawah, perasaan kayak nasi
padang. Hehe..
--
Jadi.. ke Singapura itu ternyata sangat berkesan dan penuh hikmah. Saya jadi bisa merasakan negeri yang teratur, aman,
bersih dan nyaman yang jauh dari stres karena fasilitas publik dan keamanan
yang terjamin. Eh.. tapi nanti dulu, saya pikir, setiap Negara pasti akan memiliki bentuk stres
tersendiri. Kalau di negeriku tercinta, terkuras energi dan terpaksa beradaptasi dengan
kemacetan, di Singapura mungkin stres karena monoton dan serba pasti. Eh.. itu
mungkin lho ya.. Tapi setidaknya saya bisa merasakan, negeri yang teratur, damai dan sebagian besar warganya yang dewasa itu ternyata ada..
Pemandangan Singapura dan Kenarsisan -- -Y- |