Jumat, 27 Juni 2008

PSK dan Korupsi

Sekedar menilik topik lama yang mungkin hingga kini masih ada yang memperdebatkan, keberadaan kaum Pekerja Seks Komersil (PSK). Sebagian besar sudah pasti menjatuhkan vonis tersangka kepada mereka. Padahal bak mencari asal muasal mana lebih dulu ayam dengan telur, kasus ini jelas tak jauh berbeda. Kontroversi kerap muncul jika forum diskusi dibuka, hal ini wajar karena masing-masing pihak memiliki sudut pandang sendiri dalam menilai cara kerja dan dampak dari kegiatan para PSK.

Kalau Surabaya punya Gang Dolly, Semarang dengan kawasan Sunan Kuning, Sarkem di Yogyakarta dan Bandung dengan Saritemnya, maka Jakarta dulu terkenal dengan Kramat tunggaknya. Tempat yang terkenal dengan transaksi malamnya, kini semakin banyak merebak. Lokalisasi menjadi arena perputaran uang yang sangat signifikan dan secara gamblang merupakan sumber nafkah potensial.

Istilah PSK mengalami penghalusan makna, artinya profesi dalam hal transaksi seksualitas yang memiliki harga tersendiri. Alasan utamanya adalah untuk mencari makan. Walaupun tidak sedikit yang mempertahankan gaya hidupnya dengan tambahan pendapatan dari profesi ini. Biar bagaimanapun fenoma ini memunculkan reaksi keras dari para ibu-ibu yang merasa rumah tangganya terganggu karena ulah jual beli seks ini. Padahal perlu diingat, para pelaku penjual jasa seks ini membuka bisnisnya karena terdapat permintaan dipasaran. Sama halnya dengan prinsip ekonomi, dimana kebutuhan masyarakat akan menciptakan peluang baik bagi dunia perdagangan baik barang ataupun jasa. Kemudian inovasi bervariasi guna memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan.

Pengguna setia jasa dunia seks ini jangan disangka hanya dari golongan orang yang kesepian tanpa istri, kurang pendidikan dan bobrok moral. Mereka yang aktif datang ketempat remang-remang ini banyak dari kalangan berduit, rumah tangga yang baik-baik saja, pejabat negara (lihat saja contoh anggota DPR, Al-amin Nasution), kaum intelektual dan tidak jarang yang terlihat bernuansa religi juga mencicipinya.

Makanya tidak adil jika kita hanya menganggap pelacur sebagai biang aib, padahal penjaja seks ini ada karena pembeli mencari. Transaksi pun dilakukan karena kesepakatan. Layaknya jual beli yang sah, antara sipenjual jasa dan sipembeli sama-sama mendapat untung. Dan mereka tidak merugikan orang lain, lepas apakah akibat sipembeli kemudian membawa malapateka kerumah karena penyakit atau lebih menyukai sensasi diluar rumahnya. Karena kadang menjadi dilema bagi pelacur seperti misalnya, pemakaian kondom yang disosialisasikan. Ada banyak pelanggan yang lebih suka tidak menggunakan kondom, dari pada tidak laku dan kalah bersaing, si PSK menerima saja permintaan konsumen tsb. Akibatnya penyakit dapat ditularkan dari lokalisasi dan dibawa pulang oleh sipembeli, padahal ini bukan salah sipenjual.

Memang pekerjaan ini adalah jenis yang terburuk karena dimasyarakat kita ini merupakan praktek perzinahan. Tetapi alangkah bijaknya jika melihat dari sudut tertentu, misalnya profesi ini menyelamatkan banyak keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-harinya dari desakan ekonomi yang kian menjepit mereka toh daripada mencuri. Alternatif pekerjaan ini dilakukan guna mencukupi kehidupan sehari-hari bagi mereka yang memilihnya dengan segala konsekwensi. Melacurkan diri walau dimata masyarakat adalah hina, namun sejatinya profesi ini tidak mengambil hak apapun dari orang lain. Ini murni layaknya aktifitas pasar karena tidak mengurangi hak pembeli sedikitpun, bahkan tidak mengurangi timbangan seperti yang biasa dilakukan para pedagang dipasar pada umumnya yang dianggap pekerjaannya lebih mulia. Dan bisnis ini tidak merugikan siapapun karena dilakukan oleh pihak-pihak yang memang ingin mencemplungkan diri, mereka tidak hina seperi para koruptor.

Para pejabat dan petinggi korup yang berdasi dan intelek malah jauh lebih menjijikan dari para PSK karena mengambil hak dan merugikan banyak orang. Namun dengan selubung yang lebih rapih lagi (karena dianggap dipercaya dan jabatan halal sehingga tidak mudah terendus), semakin lama berkuasa maka semakin besarlah kerugian negara. Moral mereka jauh lebih buruk dari pada pencuri ayam yang hanya mengambil seekor ayam tetangga kemudian mati dikeroyok karena hanya untuk makan keluarga. Juga bahkan jauh lebih maksiat dari pelacuran.

Memberantas kawasan prostitusi sama susahnya dengan memberantas korupsi. Karena budaya korupsi sudah terlalu mengakar dan sulit diberantas. Kasus terbongkarnya konspirasi dan terima suap dikalangan kejaksaan yang seharusnya menjadi arena peradilan menjatuhkan pamor MA karena ternyata menjalar dan sudah mendarah daging hingga kepetinggi negara yang seharusnya terpercaya.

Bea cukai juga ikut terkuak padahal sudah menjadi rahasia umum praktek suap menyuap ini terjadi di Dirjen pajak, walaupun cuma shock terapy paling tidak kerja KPK sudah menunjukan hasil. Padahal bukan tidak mungkin praktek korupsi masih banyak bercokol didepartemen lain misalnya Setneg dan atau kepresidenan???!. Para koruptor akan memelas jika tertangkap dan meminta keringanan hukuman padahal mereka dan keluarganya hidup mulia dengan makan dan tidur yang serba enak dari hasil hak orang lain.

Jika saja pemimpin kita dapat dengan tegas memberantas korupsi ini dan mau menampari serta menciptakan budaya malu (agar pejabat korup segera mengundurkan diri seperi di korea selatan) maka berapa trilyun uang negara akan terselamatkan. Presiden itu seperti wartawan yang serba tahu segalanya tentang kondisi dan seluk beluk rakyatnya sebelum sampai ke khalayak umum. Oleh sebab itu bukan tidak mungkin jika presiden pun sebenarnya sudah tahu praktek-praktek dan zona aman para pelaku korupsi ini sebelum tim KPK menyelidiki. Tinggal kebijaksanaannya saja untuk menyelamatkan nasib bangsa. Toh, keppres masih sangat sakti di Indonesia.

Atau mungkin masih ada indikasi menyelamatkan diri sendiri? Atau pura-pura tidak tahu atau pura-pura tertipu. Lah wong kasus gampang saja seperti Blue energy-nya si Joko Suprapto bisa (red. pura-pura) tertipu.

Bicara soal bohong-berbohong sepertinya sudah menjadi salah satu budaya terburuk dinegara kita. Padahal satu kebohongan akan menciptakan puluhan kebohongan lain untuk menutupi kebohongan yang pertama. Lihat saja Jampidsus Kemas Yahya dan Jamdatun Untung Udji. Mereka seolah-olah bicara pada orang dungu agar dipercaya tanpa memberikan fakta dan bukti-bukti. Dengan percaya diri mereka mengatakan kebohongan dan berusaha menutupi kebohongan lain tatkala ada penyangkalan dari pihak luar.
Saat ini banyak orang-orang yang dengan percaya diri berbohong dan menganggap seolah kita semua adalah orang blo’on yang mau mempercayainya tanpa disertai fakta dan bukti. Bahkan ada yang sudah jelas-jelas tertangkap berbohong pun masih percaya diri mempertahankan kebohongannya, tinggal gantian kita yang waras untuk bersikap bijak menanggapinya.

-Y-

Kamis, 19 Juni 2008

Mitos atau Nyata ??

Segitiga bermuda atau The Bermuda Triangle or Devil’s triangel (segitiga setan) adalah istilah imajinasi, sebutan untuk kawasan dilautan sekitar Amerika Tengah yaitu pertautan dengan mengambil garis lurus antara kepulauan San Juan di Puerto Rico, Miami (Florida) dan pulau Bermuda. Daerah ini dianggap misteri karena dikaitkan dengan adanya keanehan dan peristiwa lenyapnya kapal-kapal dan pesawat yang diduga melintas disekitar perairan tsb.

Sebut saja catatan Columbus 1494 (rusaknya kompas dengan tiba-tiba dan terlihatnya kilatan cahaya aneh diangkasa), hilangnya kapal The Mary Celeste 1872, pesawat ‘penerbangan 19’ AL AS tahun 1945 dan masih banyak lagi peristiwa terkenal raibnya pelayaran ternama yang hingga kini belum terungkap. Setelah hampir 500 tahun tak terungkapnya tanda tanya besar ini, maka sekian tahun pula banyak dugaan-dugaan penyebab yang bermunculan guna menyingkap kebenaran. Seperti perkiraan adanya UFO; blue hole (goa didasar laut, perkiraan adanya pusaran kuat yang menyedot kebawah); lubang langit (seperti film star trek,sebagai pintu dimensi waktu dan ruang); gempa tektonik; gas methana didasar perairan akibat gesekan lempeng bumi (dihubungkan dengan adanya arus magnet tinggi yang dapat merusak alat navigasi); dan teori terakhir yaitu adanya bangunan piramid di bawah laut dengan lubang diujung yang hanya berjarak 100 m dari permukaan laut (dianggap sumber pusaran arus yang tersedot kebawah dan liarnya gelombang laut). Namun hingga kini usaha menebak tsb belum dapat dibenarkan karena belum ada fakta dan bukti nyata.

Ada hal yang terlewati dalam pencarian fakta yaitu semua peristiwa lenyapnya kapal tidak secara pasti menyebutkan lokasi kejadian, dan dilansir hingga kini bangkainya pun tak ditemukan yang berarti tidak ada bukti apakah benar-benar bertepatan diareal segitiga bermuda? Yang berarti penyebabnya pun belum jelas, apakah kerusakan mesin, human eror atau buruknya cuaca. Terkesan peristiwa tsb seperti hanya terlalu membesar-besarkan kemistisan dengan menambah julukan Devil’s Triangel.

Padahal fakta yang ada bahwa Bermuda adalah pulau yang berpenghuni!!! Kalau memang tempat yang angker dan aneh seharusnya kecil kemungkinan jika ada penduduk yang bersedia menempati pulau itu. Dan lagi dengan keeksotisannya tetap menarik bagi penikmat keindahan laut dan pemancing serta nelayan, memanfaatkan layaknya sebuah laut yang menjorok kepantai. (Lihat saja peta dari wikipedia diatas)

Semua pernyataan yang terlalu ditambah-tambahkan kedunia luar, hanya membuat rumor untuk membangun imej dan menciptakan keyakinan baru dimasyarakat dunia. Keyakinan kuat memunculkan ketakutan karena kepercayaan yang terlalu tinggi. Dan lucunya paranoid ini hanya berlaku untuk masyarakat dunia luar dan tidak bagi penduduk setempat.

Persepsi positif dapat timbul jika kita mampu mengelola rasa percaya dengan baik. Contohnya begini, mitos-mitos timbul biasanya hanya disuatu daerah tertentu dan tidak tersebar luas. Ini mungkin dikarenakan menularnya dengan cepat keyakinan yang salah akibat suatu cerita/kejadian yang kemudian hampir seluruh penduduk tidak tergugah untuk mengungkapnya secara ilmiah, sehingga terbentuk fenomena takut regional. Biasanya masyarakat akan menerima mentah-mentah dan cenderung menambah-nambahkan menjadi cerita yang luar biasa anehnya.

Kita coba ambil contoh diIndonesia, Pocong dan kuntilanak merupakan rating tertinggi sebagai ikon yang ditakuti masyarakat kita (yang hingga kini tidak ada bukti yang secara umum dijadikan fakta secara ilmiah). Leak (hantu kepala dengan lidah menjulur) nomor satu dan hanya ada di Bali. Belum lagi keganjilan mitos nyi roro kidul (pantai parang tritis) yang hampir sama dengan kemistisan segitiga bermuda. Sedangkan Perancis dan Nigeria terkenal dengan legenda zombie yaitu mayat hidup yang dikendalikan voodoo. Begitu juga di rumania terdapat tokoh fiksi yang disebut vampir.

Mitologi kosmis kengerian ini seolah-olah hanya untuk warga lokal. Tidak ada cerita hantu-hantu atau lakon fiktif itu go internasional. Ada fakta yang mengelitik baru-baru ini. Ki gendeng pamungkas coba jajal kemampuan santetnya terhadap George Bush pada saat acara KTT di Bogor. Ternyata sama sekali tidak ada tanda-tanda reaksi dari jampi-jampi sang dukun (kalo memang sudah ampuh semestinya dari dulu zaman Belanda prajurit tidak perlu repot-repot dengan senjatanya). padahal mugkin untuk santet dan pelet berlaku untuk kalangan kita sendiri. Ini disebabkan karena terlalu yakin akan adanya praktek magis sehingga kita sendiri yang dikejar-kejar ketakutan.

Hingga saat ini saya belum pernah lihat yang namanya hantu. Jika kita dalam keadaan takut dan tidak segera mengatasinya dengan baik, otomatis ilusi gambaran kengerian dapat muncul tergantung dari masing-masing individu. Semacam ilustrasi dari pikiran kita sendiri. Itulah fungsi pentingnya pengendalian keyakinan. Sugesti diri sendiri dapat mewujudkan hal positif dan itu efektif!

Bisa jadi semua mitos misteri dan udara magis hanyalah omong kosong belaka, selama tidak terbukti secara ilmiah. Lagipula Alquran tidak pernah mengajarkan akan takut dan mengajak manusia untuk selalu berpikir serta menggunakan akalnya (Quran 14:52, 38:29, 74:54-56).

-Y-

Rabu, 18 Juni 2008

Yang Kubutuhkan Adalah

Yang aku butuhkan dalam hidup adalah hal-hal yang sederhana. Jika ia berupa harta-benda, aku butuh secukupnya saja. Asal cukup menjelaskan kepadaku betapa sedikit sebenarnya kebutuhanku sehingga jika kelebihan sedang menjadi milikku, itu pasti bukan karena kebutuhanku, melainkan karena kerakusanku.

Jika ia berupa ilmu pengetahuan, cukuplah ilmu yang mengajariku tentang kebodohan. Bahwa apapun yang kupelajari, pasti cuma untuk menegaskan kebodohanku sendiri. Bahwa jika semua isi kepalaku telah kubuka dan kutadahkan, ia tak akan sanggup menampung seluruh pengetahuan semesta raya. Jangankan berbangga diri mentang-mentang berilmu, merasa berilmu pun telah merupakan bentuk penegasan diri tentang kebodohanku.

Jika aku punya sahabat, cukuplah aku puas dengan orang-orang sederhana. Sepanjang orang itu sanggup mengilhamiku agar tidak ragu untuk tidur jika mengantuk, makan jika lapar, dan tertawa jika geli. Cukuplah jika sahabatku mengajariku untuk berani menjadi manusia yang wajar dan semestinya.

Jika aku berguru, aku tak meminta guru yang mengajariku punya kemampuan terbang dan menghilang. Cukuplah bagiku jika sang guru mau membimbingku untuk belajar menyingkirkan batu di jalan, rela pada keberuntungan orang lain, sabar atas kemalangan diri sendiri, senang melihat tetangga punya barang baru, mencintai anak-anak, menyayangi hewan…. Dari guruku, aku tidak mengharap pelajaran apapun selain pelajaran merendahkan diri dan merendahkan hati karena penyakit terbesarku saat ini adalah perasaan bahwa aku ini ada, penting dan besar. Dengan kebesaranku itulah, orang lain sering terlihat kecil. Karena kepentinganku itulah, orang lain jadi terasa remeh. Karena keberadaaku itulah, orang lain jadi seperti tidak ada. Jika aku tidak dibesarkan dan dipentingkan, susahlah hatiku.

Jika aku sedang kelihatan merendah, sesungguhnya karena aku sedang merasa lebih tinggi. Jika aku sedang mengecil, sesungguhnya karena aku tengah merasa besar. Oleh karena itu, aku pun dapat khusyuk berdoa sambil memandang hina orang lain yang tingkat kekhusyukkannya tidak sama. Jadi, perendahan dan peninggianku ini sesungguhnya tak lebih dari alat kesombonganku semata.

Jika ada seseorang yang memiliki kualitas kerendahan hati dalam arti yang sebenarnya, kepada merekalah aku datang berguru.

(Prie GS)

Senin, 16 Juni 2008

Macet

Meluangkan beberapa jam untuk terpaksa terlibat dalam kemacetan sudah menjadi agenda harian bagi warga jakarta dalam perhitungannya mengejar deadline ke suatu tempat. Meskipun pemerintah telah berusaha,tetap saja macet tidak berkurang.

Pembangunan fly over dan under pass, aturan 3 in 1 dan lajur khusus pengendara motor serta proyek busway belum juga mengatasi masalah macet. Malah terlihat menjadi masalah baru dengan bertambahnya titik-titik wilayah dan deret panjang kemacetan. Belum lagi imbas dari meningkatnya harga BBM dan adanya bus tranjakarta (TJ) yang membuat parah para pengusaha dan supir angkutan umum. Tingginya harga BBM dan kemacetan membuat pendapatan para supir menjadi tidak seimbang dengan pengeluaran. Mereka tidak mampu bersaing dengan fasilitas seperti TJ dan ditambah lagi maraknya penjualan sepeda motor,semakin membuat para penumpang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadinya. Macet dan menurunnya daya beli masyarakat membuat berkurangnya jumlah penumpang karena pengurangan jumlah rit perharinya, otomatis penghasilan para supir jadi jauh berkurang. Maka bertambahlah faktor penyebab meningkatnya angka kemiskinan.

Keberadaan TJ adalah langkah awal peningkatan sarana angkutan dijakarta, walaupun dengan armada terbatas paling tidak kita punya public transport yang ga malu-maluin. Pada masa bang Yos, TJ ditujukan mengatasi masalah macet dengan maksud agar warga jakarta mau beralih menggunakannya dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Tetapi pengelolahannya terlihat lambat dan kurang memperhitungkan banyaknya warga jakarta yang harus diangkut. Kurangnya dana untuk menambah armada dan koridor menjadi permasalahan utama TJ. Pembangunan penambahan koridor VIII, IX dan X yang tak kunjung selesai menjadi penyebab kemacetan karena penyempitan ruas jalan dan tetap banyaknya jumlah kendaraan pribadi.

Sumber didalam koran kompas mengatakan 80 persen jalan umum dipenuhi kendaraan pribadi yang membawa hanya 20 persen populasi. Melihat fakta ini, perlu evaluasi mencari penyebab dan solusinya.

Macet disini dapat diartikan sebagai antrian kendaraan disuatu jalan untuk dilaluinya menuju ke suatu tempat tujuan. Macet diklasifikasikan menjadi 3 yaitu padat lancar, padat merayap, padat benar-benar padat nggak bergerak. Klasifikasi terakhir biasanya untuk kasus tertentu seperti meluapnya banjir kanal ditol Prof.Sedyatmo (terlihat seperti mobil-mobil dipaksa numpang parkir didalam tol selama berjam-jam), adanya kebakaran dan aksi demo (wadah aspirasi atau menambah keruwetan?).

Jika kita mau merunut jalan yang dalam kondisi macet, mungkin kita bisa mendapatkan penyebabnya. Kita mulai saja. Pertama kita dapati hasil merunut jalan, ternyata macet terjadi karena jalan yang parah, bolong dan nggak karuan rusaknya. Kalau tidak hati-hati, kecelakaan bisa jadi makanan sehari-hari. Demi kehati-hatian dan kenyamanan serta menghindari resiko rusaknya kendaraan maka pengemudi akan mengurangi kecepatannya. Maka jadilah antrian panjang dibelakang menunggu gilirannya melalui jalan yang rusak tadi perlahan-lahan.

Ada lagi hasil runutan ternyata karena bottleneck atau penyempitan ruas jalan akibat adanya proyek busway. Padahal aktif juga belum, tetapi sudah mengurangi jatah lalulalang kendaraan karena pengerjaannya yang setengah hati. Belum lagi diruas yang sempit itu atau dibeberapa tempat, angkutan umum seenaknya naik dan turunkan penumpang (budaya ketidak dispilinan antara supir dan penumpang sulit diubah, seharusnya ini menjadi tanggungjawab bersama). Ulah bus dan angkot ini juga menyumbang kemacetan di ibukota.

Yang lebih menarik lagi jalan tol. Jalan (yang seharusnya) bebas hambatan ini terlihat macet yang didominasi mobil pribadi di jam rawan macet (pagi mulai jam 7-9 dan sore jam 5-8 malam). Tol juga jadi alternatif favorit menghindari aturan 3 in 1 (atau jangan2, ini aturan yang nggak cerdas dan sengaja menguntungkan jasa marga..yah mengingat ada juga pihak jasa marga yang menjadi wakil di DPR?!!).

Pada jam-jam rawan macet jalan tol dan non tol sama-sama mengalami kemacetan dengan tingkat kecepatan kendaraan dan kepanjangan deret macet yang hanya sedikit berbeda. Melihat tol yang seharusnya menjadi solusi, ternyata tidak juga membuahkan hasil.

Penyebab utama macet adalah banyaknya jumlah kendaraan yang ada diibukota ini dengan efektifitas daya angkut populasi yang rendah. Coba saja survei keperusahaan penjualan mobil dan motor baik baru ataupun bekas, setiap tahunnya akan kita dapati jumlah yang selalu meningkat. Ini berarti peredaran mobil dan motor dijakarta semakin meningkat tiap tahunnya, padahal tidak sebanding dengan prasarana penambah dan pelebaran ruas jalan yang dilakukan pemerintah (karena memang sudah sedikit lahan yang harus dilebarkan). Semakin bertambah dan semakin sumpeklah jakarta dengan kendaraan2 pribadi (Polusi pun tinggi). Kemudahan memiliki kendaraan menjadi motivasi bagi para pengguna kendaraan pribadi. Contohnya kemudahan cicilan, dan mobil second (atau mungkin 3rd or 4th) yang dengan 40 juta saja seseorang sudah dapat memiliki mobil.

Berikut ini adalah ide Cak Roeslan, memang bukan orisinil dari saya tapi sayang jika harus saya telan sendiri (toh menulis kan bukan berarti harus selalu ide orisinil, tetapi sekedar melatih mengembangkan kreativitas dengan cara dan gaya sendiri).

Jika solusinya membatasi quota pertahun penjualan mobil dan motor maka dampaknya akan membuat mati pelan-pelan industri otomotif di Indonesia. Padahal industri ini sangat besar kotribusinya terhadap perekonomian kita.

Alternatif lain yaitu melibatkan pemerintah sebagai kontrol pusat. Sebelumnya mari kita kembali melihat masalah lambatnya kelanjutan proyek busway. Sejak tahun 2005, identitas kelembagaan TJ dirubah menjadi PT. Jakarta Transportindo oleh bang Yos supaya Badan Pengelola (BP) TJ lebih lincah dalam pengoperasian busway dan lebih mudah dalam pengelolaan keuangan dan memaksimalkan kinerjanya. Meski sudah menjadi PT, pengoperasiannya tetap disubsidi. Misalnya, setelah dihitung ternyata tiketnya mahal, subsidi tetap dikucurkan agar harga tiket terjangkau masyarakat. Atau subsidi digunakan untuk pengadaan armada tambahan. Karena kita sedang berada dalam krisis keuangan maka tinggal menunggu apakah pemerintah menjadikan transportasi dan perbaikan infrastruktur sebagai prioritas utama dalam anggaran belanja dan subsidi pemerintah?

Seharusnya pemerintah memiliki suatu sistem yang praktis dan jelas dalam hal pengadaan anggaran khusus untuk revitalisasi infrastruktur dan transportasi umum. Selama ini subsidi tergantung dari APBN yang birokrasinya panjang dan lama. Misalnya begini, proposal yang diajukan untuk perbaikan jalan X dengan luas Y meter berada dimeja Dewan I diminggu pertama. Kemudian berada di Dewan II diminggu ke-2, selanjutnya dan selanjutnya sampai disetujuilah proposal tersebut dengan dana M sesuai dg proposal tsb setelah 1 bulan dari pertama proposal diajukan. Setibanya dilapangan ternyata kerusakan jalan bertambah lebar menjadi Y+Z meter. Dana M yang diterima terpaksa digunakan untuk memperbaiki jalan yang sudah bertambah rusaknya itu, dengan perhitungan yang meleset, alhasil perbaikan kualitas jalan tidak maksimal.

Sekarang kita berandai-andai. Seharusnya pemerintah berani menaikkan pajak kendaraan baik mobil atau motor (walau mengundang reaksi tapi cuek aja/ juga dimaksudkan untuk mengundang efek jera) asal dengan komitmen terhadap kopensasi yang bertanggung jawab yaitu biaya pajak digunakan wabil khusus untuk pembangunan dan kelancaran infrastruktur dan angkutan umum tanpa diganggu gugat untuk kepentingan lain yang ditampung oleh dirjen pajak dan tidak disetorkan ke kas negara. Sehingga jika ada proposal yang masuk maka dana sudah tersedia dan proses pencairan dana tidak memakan banyak waktu dan dapat langsung digunakan dari dana yang didapat dari hasil pajak kendaraan. Sistem ini semacam shortcut untuk mempercepat kucuran subsidi. Pendapatan dari hasil pajak kendaraan ini juga dapat digunakan untuk realisasi penambahan armada dan koridor juga untuk subisidi tarif agar mudah terjangkau warga. Sehingga jika system ini sudah berjalan maka public transport lainnya sejenis busway akan dengan mudah terrealisasi. Dengan pajak kendaraan yang tinggi (supaya kendaraan pribadi hanya dimiliki oleh orang yang benar2 mampu membayar pajak) dan lancarnya prasarana angkutan umum dan jalan maka warga akan termotivasi untuk meninggalkan kendaraan pribadinya.

Bicara mengenai system pajak kita yang salah, mari kita coba bercermin pada Negara tetangga. Pajak motor di Australia itu lebih tinggi dari pada pajak mobil. Sehingga jarang orang yang memiliki motor, kalau toh ada warga pemilik motor pastilah dia orang yang sangat mapan. Di negara kita, orang dengan mudah membeli motor karena tidak ada tuntutan pajak yang tinggi. Tetapi negara tetangga kita itu sudah barang tentu sangat jauh berbeda kondisi angkutan umumnya dengan kita. Lihat saja Singapura yang kotanya jauh lebih sempit dari Jakarta dengan pajak yang tinggi dan system transportasi dan infrastruktur yang mendukung, warga lebih suka menggunakan fasilitas umum ketimbang mobil pribadinya. Di Indonesia semua tinggal tergantung kepada pemerintah apakah berani men-deregulasi terkait masalah perpajakan dan system ini? Toh jika infrastruktur berjalan lancar maka otomatis perekonomian dan sektor pariwisata juga akan menunjukan efek positifnya, apalagi julukan istilah ‘macet’ mungkin akan langka kita temukan :)

Yah..memang sangat kecil kemungkinan jika ide ini dapat sampai pada yang berwenang, tapi paling tidak isi kepala ini sudah dituangkan dan akan tersenyum jika saya membacanya nanti.

-Y-

Jumat, 13 Juni 2008

Islam dan Buah Reformasi

Menurut bahasa, kata salafiah berasal dari kata salaf yang artinya orang-orang terdahulu dalam ilmu, iman, kebaikan dan keutamaan. Pada saat ini sebutan salafiyah adalah untuk umat islam yang mengikuti ajaran Muhammad sesuai dengan syariat yang tertuang pada Quran dan hadist, sedangkan yang menyimpang dari Quran dan hadist disebut bid’ah. Penafsiran akan Quran dan hadis antar ulama pun dari jaman wafatnya sang rasul hingga saat ini masih menjadi perdebatan guna mencari titik temu menuju jalan kebenaran-Nya. Relativitas pemahaman dan perkembangan zaman yang merupakan rahmat-Nya adalah pemicu perbedaan hingga saat ini. Namun tetap saja penggodokan ayat2 suci tsb harus selalu menjadi agenda para pemikir agar manusia kembali kepada khitohnya.

Seorang ustad mengatakan bahwa didunia ini ada 73 aliran islam, dan hanya satu yang sesuai dengan syariat Nabi Muhammad maka selebihnya yang 73 itu adalah bid’ah. Untung saja sang ustad tidak melanjutkan dengan kata2 yang menimbulkan SARA. Artinya begini, karena didalam islam sendiri pun banyak terdapat aliran dan kebetulan sang ustad mendeklarasikan bahwa dirinya seorang salafi adalah wajar jika beliau kemudian melajutkan dengan pemikiran2 yang sesuai dengan ajaran yang dipahaminya. Karena seperti kita ketahui, saat ini ormas umat islam pun sedang sibuk mengoreksi yang terbenar dari aliran yang dianutnya. Lihat saja, FPI (Front Pembela Islam) dan laskar islam berseteru dengan AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebesan Beragama dan Berkeyakinan) padahal mereka sama2 mengaku muslim malah saling tuding dan merasa paling benar. Kemudian disebut-sebut NU dan Muhammadiyah ikut bertanggung jawab akan kerusuhan itu.

Memang benar ini adalah era reformasi dimana diartikan sama dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat, tetapi kok konteksnya sepertinya malah melenceng dari esensinya. Penyebabnya adalah perdebatan mengenai aliran Ahmadiyah, padahal sebelumnya ada aliran2 yang juga diperdebatkan yang mirip2 seperti ini, contohnya Lia Aminuddin yang juga mengaku sebagai nabi begitu juga dengan Mussadeq. Padahal kalau kita mau efektif dan efisien dalam menangani krisis bangsa, ada baiknya bila kita memikirkan hal yang jauh lebih produktif dari hanya sekedar mengganggu keyakinan umat lain. Toh jika kita mengaku negara hukum, maka sang pendemo dan pelaku rusuh seharusnya mengetahui aturan hukum di Indonesia karena semuanya sudah jelas tercantum didalam undang-undang negara kita. Atau pikiran positifnya adalah anggap saja kerusuhan monas adalah buah dari suatu reformasi.

-Y-

Belajar Menari dengan Legowo

Saya sedang belajar menari. Dengan belajar menari, saya dapat merasakan bahagia, menikmati raga yang sehat, dan rupanya satu hal lagi yang s...