Minggu, 02 Juni 2024

Belajar Menari dengan Legowo

Saya sedang belajar menari.

Dengan belajar menari, saya dapat merasakan bahagia, menikmati raga yang sehat, dan rupanya satu hal lagi yang saya pahami adalah pengalaman untuk belajar berserah diri saat menari di panggung bersama teman-teman penari. Pengalaman tersebut dialami dengan proses yang saya nikmati. 

Gerak "sembahan silo" Bedahaya Duradasih, Penari "Arkamaya Sukma", 26 Mei 2024, Surakarta, foto Cokhy
Gerak "sembahan silo" Bedahaya Duradasih, Penari "Arkamaya Sukma", 26 Mei 2024, Surakarta, foto Cokhy

Saya belajar menari dengan melatih iklas, menata pikiran dan hati, serta membuka diri agar lapang dada dengan jalan melawan hawa nafsu dengan menekannya perlahan-lahan. Nafsu amarah, nafsu terhadap kesenangan yang berlebihan, nafsu terhadap keinginan yang tak ada habisnya. Proses menahan hawa nafsu yang tak perlu dilakukan serba tergesa, cukup perlahan dengan menakar dari kemampuan saya sendiri dengan tujuan yang terbaik. Saya belajar ini dari semangat yang sama yang saya peroleh dari kempel itu.  

Saya beruntung mendapat komunitas yang memiliki kekuatan yang sama untuk ingin terus belajar meningkatkan kualitas gerak, ingin bersama-sama lekat dan lebur, ingin bersama-sama menghargai dan tenggang rasa. 

Dengan belajar menari, saya diajarkan untuk legowo atau berserah diri dengan apapun yang terjadi setelah sebelumnya berupaya kuat dengan ikhtiar dan menyerahkan segalanya pada semesta. Legowo merupakan bentuk doa dan kontemplasi, adalah suatu hal yang membuat saya menemukan kedamaian.  

Salam budaya,

-YA-

Belajar Menari dengan Kempel

Saya ingin mengurai di sini tentang kempel dalam menari. Tentu tulisan ini maksudnya supaya saya bisa membaca kembali sesuatu yang menarik bagi saya, yaitu kempel.

Kempel adalah istilah dari bahasa Jawa yang kerap guru menari saya sampaikan dan semakin ke sini, semakin saya mulai paham akan pentingnya hal ini. Dari kamus bahasa Jawa, kempel ini ada 2 arti yaitu lekat-lekat, lengket atau tidak hancur/remuk; dan kumpul. 

Posisi "jengkeng" Bedhaya Durodasih, Penari "Arkamaya Sukma", 26 Mei 2024, Surakarta, foto Cokhy
Posisi "jengkeng" Bedhaya Durodasih, Penari "Arkamaya Sukma", 26 Mei 2024, Surakarta, foto Cokhy

Dalam menari sungguh ditekankan untuk dapat melakukan gerak tari yang sejalin dengan para penari lainnya. Maksudnya adalah agar saya tidak menari sendiri tanpa memperhatikan gerakan penari lainnya terutama yang terdekat dengan saya, misalnya rekan penari di sebelah saya atau di depan saya. Karena menari bersama grup artinya adalah satu gerak melekat satu sama lain yang berkumpul hingga aura gemulai indah akan dirasakan oleh yang menonton. Kempel menuntun saya untuk peka tidak hanya terhadap apa yang sedang saya lakukan, tetapi terhadap yang terjadi di sekitar saya untuk segera saya melebur dengan tarian yang dibentuk oleh grup. Dengan begitu maka saya diajarkan untuk menurunkan level ego atau ke-aku-an dan melatih tepa selira. Sungguh indah bukan,

Dengan kempel ini, saya diajarkan untuk dapat memilah kata dan waktu yang tepat jika ingin menyampaikan suatu hal terkait dengan kualitas gerak dengan sesama penari. Jika tak mampu mengetahui hal itu, maka diam adalah yang terbaik dan fokus pada terus mencari gerak dan belajar meningkatkan kualitas gerak tari diri sendiri yang tepat. Saya berupaya menyerahkan segala kritik dan saran dengan sesama penari kepada bu guru menari yang adalah paling sempurna untuk hal tersebut. Namun demikian, saya senang dan terbuka jika sesama rekan penari memberikan masukan atas tarian saya, karena sama-sama belajar menjadi memiliki empati yang biasanya sama dalam prosesnya. Saya berupaya siap membuka pikiran saya untuk belajar menerima masukan dan memperbaiki mutu menari.

Kempel ini membuat saya belajar akan nikmatnya solidaritas. Penari-penari yang berbeda latar belakang, motif menari, dan apa yang ada dalam isi kepala, tentu menjadi lebur saat ingin menghasilkan tarian yang indah. Saya suka suasana ini. Bu Guru selalu memberikan yang terbaik untuk melatih kami dengan segala cara dan metodenya. 

Dengan segala keterbatasan waktu, sisa energi, dan prioritas, serta stamina yang terbagi antara berkesenian dan kehidupan sehari-hari, saya dengan bangga dan bahagia bergabung dengan komunitas ini dan telah dididik oleh bu guru menari yang saya hormati. Saya dapat merasakan gairah dan semangat dari Bu Guru saya yang ingin menciptakan suatu karya yang apik dari kami (saya dan rekan penari) yang penuh keterbatasan ini. Bu Guru telah menularkan saya gairah itu, dan memberi  saya pengalaman untuk terus belajar kempel dan bersama-sama menari dengan bahagia. 

Ya.. saya bahagia. Terima kasih Bu Guru.

Salam kempel,

-YA-

Belajar Menari dengan Wirama

Saya sedang belajar menari. 

Dengan berlatih menari, saya belajar berkesenian. Suatu seni gerak yang menuntut fokus dan melatih kepekaan serta mengajarkan hikmah legowo (legawa atau berserah). Fokus terhadap hapalan gerak yang tepat dan runut, menitikberatkan detail kesesuaian antar anggota tubuh, duhai wajah dan tolehannya sambil menunjukkan ekspresi, bersamaan dengan jemari yang lincah mengikuti arahan sang pergelangan tangan, yang senantiasa seiring dengan langkah kaki atau sesekali hentakan kaki menebaskan samparan (kain panjang di ujung kaki) hingga nampaklah kekuatan gerak dan kain yang dikenakannya. Menari yang mengolah gerak tubuh ini, melatih fokus dan kepekaan terhadap alunan musik disepanjang prosesnya. 


Bedhaya Durodasih bersama Arkamaya Sukma, acara Nemlikuran (26 Mei 2024), SMKN 8 Surakarta, foto by @panglembara (IG)

Fokus yang memerlukan ketenangan berpikir dan mengenal nada. Saat ini saya merasa sediikiiit ada perkembangan dengan mulai mengenal irama dibandingkan 5-7 tahun lalu, meski demikian saya sekarang ya masih buta akan alunan indah nada dari musik gamelan saat saya menari. Sungguh proses yang masih sangat panjang untuk dapat memahaminya. Padahal gerakan yang sesuai dengan irama dari alunan gamelan adalah syarat penting untuk dapat menciptakan gerakan yang indah. Wirama kata guru saya. Saya akan terus berusaha mempelajarinya. 

Saya percaya semakin banyak berlatih dan terus belajar, maka akan menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dan niscaya mendekati sempurna. Definisi menari sempurna buat saya adalah bukan seperti penari Keraton atau penari seni beneran atau penari profesional ya, tentu saya bukanlah apa-apa dan tidak akan mampu mencapai hal tersebut. 

Definisi menari yang baik buat saya adalah menari dengan indah dari segi gerak kepala, eskpresi wajah, gerakan tangan, jemari, kaki, mendak, dan tubuh yang benar, runutan hapalan gerak tari yang tepat, mengikuti alunan musik dengan benar, menjalin chemistry yang kuat secara emosi dan lekat gerakannya sesama penari, serta menikmati setiap gerakannya dengan pikiran yang tenang, fokus, dan merasakan tentram. 

Saya ingin menari dengan bahagia, dengan pancaran aura keindahan dan kedamaian yang tidak hanya dari saya, tetapi juga dirasakan dan ditunjukkan oleh sesama penari, dan tentunya dapat dinikmati bagi yang berkenan menyaksikan kami (saya dan teman-teman) menari. Sehingga, suatu hari nanti, tujuan melestarikan budaya dari hamba sebagai rakyat jelata ini dapat terwujud dengan konsisten.

Dengan itu, maka saya belajar menari. Salam budaya.

-YA-

Senin, 06 Mei 2024

Perkawinan Tanpa Anak (Bagian IV)

Ancol, 2012
Belum lama diminggu lalu, muncul lagi istilah childfree saat seorang kawan menanyakan keadaan saya. hehe.. sudah lama rasanya topik ini tidak muncul dihidup saya. Untuk topik ini ditulisan saya sebelumnya (baca: Perkawinan Tanpa Anak (Bagian IIImembahas status saya yang waktu itu childless, namun kini saya kembali childfree..  

Perubahan memang niscaya. Saya dan suami sejak mencoba bayi tabung tahun 2015 memang sudah tak ingin lagi memiliki anak di rumah tangga kami, sama seperti diawal kami menikah. Gagal bayi tabungpun bukan sesuatu yang kami sedihkan, namun dijadikan berkah karena kami memiliki kesempatan memahami dan mengalaminya sendiri. Semakin bertambah usia, semakin bersiap dan banyak wacana menghadapi masa pensiun untuk hanya berdua saja, meskipun masih lama ya. Definisi pensiun istilah suami sih, pensiun dari kerja dengan corporate yang artinya bisa saja masih usia 45an pensiun, lalu membuka usaha sendiri seperti yang diidam-idamkan. Kalau definisi pensiun buat saya, ya ndak kerja lagi dan cukup modal, untuk tinggal menjalankan hobi saja seperti membaca, menari, dan semua kegiatan yang menyenangkan saya serta tidak menghasilkan.. haha.. buang-buang uang.. tapi kalau kemudian hobi-hobi itu bisa menghasilkan uang, yaaaa dianggap sebagai bonus passion aja. Tapi... tentu definisi ini bisa berubah ya.. hehe.. tergantung pola pikir nantinya.

Segini dulu.. nanti saya tulis lagi.. semoga mood menghampiri.

-YA-

Rabu, 27 Maret 2024

Pilihan dan Alamat Rezeki

Kata Satre begini: "We are our choices" artinya, apa yang menjadikan dan membentuk karakter, nilai atau keadaan kita saat ini adalah karena pilihan-pilihan yang kita tentukan dimasa sebelumnya. Hal ini, tentunya terlepas mengenai nilai yang diberikan orang lain kepada kita, karena kita tidak dapat mengatur apa yang orang pikirkan tentang kita. Kita hanya bisa mengatur: bagaimana kita menilai diri kita sendiri. 

Phewa Lake Pokhara, Nepal 

Hidup akan selalu berada pada zona di mana kita harus memilih. Membaca pilihan ini ya tergantung dari sudut pandang, pertimbangan logis, intuisi, dan keyakinan yang saat itu kita hadapi. Memang, seringkali ada faktor dari luar diri kita yang mempengaruhi keputusan kita, namun tetap ya itu adalah pilihan, apakah mempertimbangkan faktor luar tersebut atau kita mempertahankan kata hati. Kemudian keputusan untuk memilih salah satunya, adalah yang akan membentuk kita ke depannya. Setiap pilihan ada konsekuensinya, yang mungkin efeknya berbeda atau mungkin sama, yang kita tak pernah tahu mengenai apa rupanya masa depan. Kita cuma bisa prediksi berdasarkan apa yang kita pahami.

Pokhara, Nepal
Seringkali dalam membuat pilihan dan keputusannya, kita mengorbankan orang lain. Sesuatu yang membuat kita berada di posisi sulit dan akhirnya membentuk image kita. 

Saat sedang menghadapi pilihan antara memanfaatkan kesempatan untuk memperkaya diri dan pengalaman, atau mempertahankan reputasi dan memaksimalkan kualitas pada pengalaman yang lain, maka diri ini mempertanyakan nilai apa yang ingin saya bentuk? apa yang akan terjadi dengan keputusan yang saya ambil? apakah tak akan ada lagi kesempatan pekerjaan itu? apakah dengan pilihan saat ini, dapat menikmati hasil seperti yang saya harapkan di masa depan (yang saya sendiri masih ragu apa yang saya harapkan - lebih tepatnya kawatir jika mengharapkan sesuatu yang nantinya tidak terwujud - tipikal skeptis diri).

Seingat saya hingga saat ini, saya tidak pernah menolak kesempatan suatu pekerjaan, apapun bentuknya. Namun, entah kenapa kali ini kesempatan datang beberapa kali yang saya tak mampu untuk menanganinya dan muncul kekhawatiran, karena katanya kesempatan seringkali tak hadir dua kali. 

Namun, untuk menjaga reputasi, nampaknya keputusan menolak tawaran yang tersedia adalah menjadi sangat berat, dan sekaligus melegakan. Ini yang saya sebut sebagai integritas. Berat karena paham akan konsekuensi tak ada tambahan portfolio dan pendapatan serta kemungkinan tak akan datang kembalinya tawaran tersebut. Melegakan karena saya akhirnya memiliki alasan kuat yaitu mampu menahan godaan dan berusaha menjaga kualitas atau nilai pada diri sendiri (sesuai standar saya tentunya), sembari berupaya meyakini diri sendiri bahwa rezeki itu tak akan salah alamat. Ini keyakinan saya. Karena saya tahu, saya bukan pemalas, dan ini adalah modal kuat untuk menciptakan peluang mengalirnya nasib baik yang kita sebut sebagai "beruntung" atau "mujur". 

Lalu apa yang diharapkan akan dibentuk pada diri sendiri dari keputusan ini? Adalah sesuatu yang tak dapat dikuantifikasi, namun diharapkan mampu menjadi alasan kuat untuk menghibur kebingungan ini. 

Semoga..

-YA-

Sabtu, 21 Oktober 2023

Rabu, 27 September 2023

Keseleo - Jones Fracture

Saya terkilir atau bahasa browsingnya adalah keselo ringan malam ini.

Konyol memang karena ini kecelakaan tunggal, ulah sendiri.

Ini terjadi karena saya sedang berjalan kaki di atas pembatas jalan yang memang bukan trotoar buat pejalan laki, tingginya kira-kira 30cm. Berjalan sembari menikmati lorhun, sedikit terburu-buru hendak menyebrang dan agak kesal karena di sebelah kanan ada motor hendak melawan arus. Namun, telapak kaki kiri sudah mendarat di jalan aspal yang lebih rendah permukaannya dari trotoar tadi tanpa perhitungan. Tubuh saya kehilangan keseimbangan dan goyah. Kaki kanan tak mampu mengimbangi badan yang terhempas ke depan karena sakitluar biasa di pergelangan kaki kiri. Sehingga ambruk dan dengkul kaki kananpun berusaha menopang badan yang tersungkur.

Sekitar lima menit lamanya saya tak bergerak, dalam posisi kedua tangan di aspal menahan sakitnya kaki kiri dan badan ditopang oleh dengkul kanan. 

Tak ada yang membantu berdiri, padahal saya nantikan bantuan itu. Sempat merasa malu, tapi rasa sakit yang lebih kuat mengesampinkan pikiran malu. Satu orang mulai mendekati, sopir angkot yang agak jauh dari saya namun mencoba membantu, tapi kadung badan ini sudah mengumpulkan kekuatan untuk kemudian duduk di trotoar tadi yang membuat saya jatuh.

Rupanya masih sangat sakit kaki ini, tak mampu bangkit dan berjalan. Motor itu berisi 2 orang dewasa dan anak kecil, yang bikin kesal saya, tak bergerak sedikitpun untuk menolong saya. Padahal hanya berjarak 60cm dari saya, hanya melihat dan mencoba bersimpati tetapi tidak empati. 

Saya pikir apalah cuma begini, saya mencoba berjalan menyebrang, gerbang rumah sudah di depan mata. O...o.. rupanya tak mampu kaki kiri ini menapak kuat. Usai menyeberang dengan tertatih, saya diajak duduk oleh 2 abang ojek yang mencoba menghibur dan bahkan menawarkan untuk dipijit. Tentu saya menolak dipijit, bukan karena takut, tapi memang sedang sakit sekali kaki ini. 

Ketika hati merasa jauh terhibur dan menjadi kuat oleh keramahan abang ojek, saya melanjutkan berjalan kaki ke rumah dengan kekuatan kaki kanan yang menyeret kaki kiri agar bekerja sama membopong tubuh ini hingga ke rumah.

4 jam telah berlalu dan kaki kiri sudah bengkak, mulai merasa pegal.

Keseleo ringan seperti ini. Ya ampun. Gimana keseleo berat. Fiuhh..

Pelajaran hari ini!

  • "Tak ada yang dapat menolongmu, selain dirimu sendiri". Maksudnya, ketika musibah terjadi, tetaplah berupaya keras kembali bangkit. Jangan menunggu pertolongan datang. Jikapun ada pertolongan, maka anggap saja sebagai bonus.
  • "Asah empati!" Karena sedikit atau kecil saja bantuan yang tulus, akan sangat berarti buat mereka yang sedang butuh pertolongan. Helping other wont hurt you, right?!
  • Selalu berhati-hati! Karena sial itu tidak melihat status atau keadaan apapun.
  • "Tetap bersyukur". Pada dasarnya, kita harus tetap hidup untuk menjadi manusia, minimal bernapas dan otaknya berfungsi. Jadi, cobaan fisik apapun yang dialami, maka kita harus tetap bersyukur selama masih dapat bernapas dan otaknya berfungsi. Hal ini supaya kita selalu terus bersemangat dan berpikir positif untuk memberi arti pada jiwa dan raga ini.
Upaya sembuh!

Rumah Sehat 
Karena pikirnya hanya kecengklak saja, esok harinya saya ke Hj Naim. Antrian ke -35/tahap ke-2 di jam 3an sore. Tidak lama antrinya. Ada 2-3 yang urut di dalam. Ruangannya ber-AC, nyaman. Saat di depan abang urutnya, saya diajak becanda biar tidak terasa sakit saat diusap kaki kiri ini. Katanya retak ringan, lalu dia mencelupkan kapas ke cairan dingin yang pasangakan ke kaki saya. Kemudian di atasnya ditambahkan potongan semacam daun kelapa kering yang kokoh untuk memperkuat struktur, dengan terakhir dibalut dengan perban. 

Kaki diperban supaya mengurangi pergerakan dan lebih aman mengurangi cidera berlebih. Abang urut minta saya kembali di hari Senin untuk buka perban dan pantau perkembangan. Kesan saya ke Rumah Sehat Hj Naim ini adalah puas, senang karena ternyata cepat antriannya. Ramah abang urutnya, dan tempat urutnya adem dan bersih. Antrian juga baik diaturnya. Untuk uang perban biayanya 80ribu dibayar melalui petugas di pintu depan. Sedangkan untuk biaya urut, langsung diberikan ke abang urutnya, seiklasnya. Saya berikan 200rb sesuai saran teman saya.

Untuk memudahkan mobilisasi saya di rumah, suami membelikan 1 kruk harganya 200ribu. Saya masih kagok memakai kruk ini. Lalu ada akal, di rumah ada kursi kerja yang pakai roda. Nah ini, saya pakai buat wira-wiri dari kamar, ke ruang kerja di rumah, ke kamar mandi, ke dapur, dan ke ruang nonton tipi. Aman!!!

Saya bisa mandi (dengan kaki diangkat satu yang sakit) dan lakukan aktifitas lainnya di dalam rumah.
Empat hari berlalu, karena jemu.. hari minggu saya request untuk makan siang di luar. Masih bisa ditangani, saya pakai kruk. Tapi rupanya saya tidak canggih pakainya, sehingga suami kerap menggendong saya di parkiran untuk kenyamanan saya (kebetulan lagi sepi.. hehe). Setelah makan siang, saya kapok karena repot, dan memutuskan akan ke luar rumah saat penting saja.

Kemudian, tibalah hari Senin. Saya masih merasa kaki saya nyeri dan ketika saya buka perbannya terlihat bengkak dan lebam. Kakipun belum dapat berjalan baik. Lalu saya memutuskan untuk kontrol saja ke RS, ke dokter ortopedi. 

Rumah Sakit
Senin pagi dapat nomor antri yang pertama. Alhamdulillah rejeki. Setelah ceritakan kejadian, dokter meminta saya untuk rontgent. Hasil rontgent menunjukkan saya mengalami Jones Fracture, yaitu patah tulang pada metatarsal 5 atau ruang tulang jari kaki kelingking. Saking seringnya kejadian ini, maka sampai ada namanya Jones yang menemukan jenis patah tulang ini. Baca lebih lengkap tentang Jones Farcture. Dengan cukup panjang penjelasan, saran dokter untuk fracture jenis ini sebaiknya dilakukan tindakan antara lain memasang plate atau screw, screw adalah lebih maju teknologinya dibandingkan plate. Tanpa tindakanpun bisa saja sembuh, tapi waktunya akan lebih lama dan timbul nyeri kronis sangat memungkinkan. 

Okeh.. kemudian dokternya membantu memberikan rekomendasi kepada RS agar mendapatkan persetujuan penjaminan biaya operasi dan rawat inap kepada pihak asuransi.

Sementara menunggu proses asuransi, dokter memberi gips pada kaki saya untuk tujuan imobilisasi. Gipsnya hanya separuh yang ditutup perban seutuhnya, jadi kita bisa copot perban dan melepas gips jika ingin mandi. Tapi.. hehe.. jadi berat banget kakinya. Tambah oleng saya pakai kruk satu. Dokter mengizinkan saya untuk meeting offline, asalkan tidak menapakkan kaki kiri.

Selama pakai gips, saya ada agenda meeting in person dengan klien dan mesti ke kampus, dan rasanya tidak mungkin saya pakai gips dan kruk karen berat. Lalu suami saya membelikan saya kursi roda, merek One Media (brand lokal paling wahid) harganya sekitar 800ribuan. Dengan kursi roda, kaki kiri saya lebih stabil keadaannya, jadi saya berupaya terbiasa dengan kursi roda. Sekaligus mencoba merasakan menjadi seperti rekan-rekan difable yang berkursi roda.

Saat saya memiliki keterbatasan fisik, namun otak saya masih dapat berfungsi sehat. Saya berkursi roda, namun saya masih memiliki privilege. Saya memiliki kendaraan sendiri dan dapat ditemani bepergian oleh sopir suami. Saya tahu dunia tidak adil! tapi poin saya adalah saya ingin bercerita bagaimana kolega dan klien melihat saya (dari perspektif saya tentunya, dengan berkursi roda). Ada anggapan kasian dan ingin selalu membantu saya setiap saya bergerak. Padahal saya tidak ingin menyusahkan orang, jadi menahan gerakan agar tidak menarik perhatian. Saya tidak ingin fisik saya menjadi halangan untuk saya produktif. 

Lalu saya sampaikan hal ini kepada 1 kolega saya. Ternyata hanya salah paham saja, dia bilang pikirnya membantuku itu terbaik dan akhirnya dia jadi tahu saya ingin diperlakukan seperti apa. Akan tetapi, tidak mungkin saya katakan ini pada semua orang. Jadi saya cenderung menerima saja jika mereka ingin membantu meringankan saya. Beda lagi ketika saya ke kampus. Kebetulan teman kuliah saya banyak yang paham artinya kesetaraan. Mereka bersimpati melihat saya untuk merasakan menjadi difabel. Jadi mereka dengan santai membiarkan saya mengayuh kursi roda saya sendiri dan mencoba tak acuh dengan polah saya, meskipun saya tahu mata mereka mengawasi gerak saya. Senangnya memiliki support system seperti ini.

Saatnya Operasi!
Setelah melalui proses adminsitrasi, persetujuan asuransipun diterbitkan. Jumat sore saya diminta ke RS untuk melakukan cek darah di lab, rontgen torax, dan ke dokter internis untuk persiapan sebelum tindakan. Malamnya saya menginap. kemudian diminta puasa mulai jam 11 malam, rencana tindakan jam 7 pagi di hari Sabtu.

Pada hari Sabtu jam 4.30 pagi, Suster memberikan saya infus NaCl, lalu beberapa saat suster melakukan skin test untuk antibiotik yang akan diberikan. Antibiotiknya aman, lalu cairan infus diganti dengan antibiotik hingga habis dan diganti lagi dengan NaCl.

Jam 6.30 suster menjemput saya untuk dibawa ke OT (Operating Theater atau kamar operasi). Di OT, karena ruangan steril maka saya pakai baju operasi pasien bersiap dibius untuk operasi. Biusnya setengah badan, jadi suntiknya lewat spinal (tulang belakang). Saya diminta duduk dan memegang bantal agar rileks. Dokter memberikan suntik anestesi awal agar suntik anestasi spinalnya tidak terlalu sakit, jadi dua kali suntikan, tapi saya ga tau yang pertama itu apa. Tapi bekerja baik sekali. Saya tidak merasa sakit disuntiknya. Setelah dibius, kaki merasa hangat dan kemudian kesemutan. Selanjutnya ya kebas dan tidak bisa bergerak. Dengan demikian, selanjutnya adalah tugas dokter bedah tulang, ditemani dua perawat OK dan satu petugas radiologi. Sebelum dioperasi, kami berdoa bersama untuk kelancaran operasi. 

Operasi berjalan lancar sekitar 1.5 jam. Kemudian saya diantar ke kamar pemulihan. Lalu dikembalikan ke kamar rawat inap. Mati rasa pada kaki perlahan-lahan hilang mulai ujung kaki kanan, ujung kaki kiri, hingga ke pinggul. Saya baru bisa buang air kecil karena mulai bisa merasakan hilang kebasnya di bagian vagina, sekitar 6-7 jam kemudian. Selanjutnya dokter memberikan saya obat anti mual dan pereda rasa nyeri selama masa observasi sekitar 10-12 jam setelah tindakan.


-YA-

Belajar Menari dengan Legowo

Saya sedang belajar menari. Dengan belajar menari, saya dapat merasakan bahagia, menikmati raga yang sehat, dan rupanya satu hal lagi yang s...